Pemerintah Tegaskan Pertanian Sebagai Sektor Strategis Pembangunan

Petani menanami lahan di musim hujan. Pemerintah tegaskan pertanian tetap menjadi sektor strategis pembangunan (dok. bojonegorokab.go.id)
Petani menanami lahan di musim hujan. Pemerintah tegaskan pertanian tetap menjadi sektor strategis pembangunan (dok. bojonegorokab.go.id)

Jakarta, Villagerspost.com – Direktur Jenderal Kerja  Sama Perdagangan Internasional (KPI) Kementerian Perdagangan Bachrul Chairi menegaskan posisi Pemerintah Indonesia tetap tegas menempatkan pertanian sebagai sektor strategis dalam pembangunan. Hal itu dikatakan Bachrul pada acara diskusi menuju Konferensi Tingkat Menteri World Trade Organization (WTO) ke-10 di Nairobi, Kenya, pada pada 15-18 Desember 2015 mendatang.

Sektor pertanian, kata Bancrul, masih menjadi sumber mata pencaharian mayoritas tenaga kerja di Indonesia, sumber penyedia pangan guna menjamin ketahanan pangan, serta bahan baku industri.

“Penguatan sektor pertanian akan berdampak positif bagi upaya pengentasan kemiskinan dan mitigasi dampak perubahan iklim,” kata Bachrul, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Kamis (26/11).

Di forum WTO sendiri, kata dia, Indonesia akan terus memperjuangkan percepatan implementasi Paket Bali. Pemerintah juga mengupayakan akses pasar bagi barang non-pertanian melalui kerja sama perdagangan multilateral.

“Pemerintah mengupayakan percepatan implementasi Paket Bali yang menempatkan sektor pertanian sebagai salah satu prioritas,” tegas Bachrul.

Paket Bali disepakati dalam KTM ke-9 di Bali, pada 3-6 Desember 2013. Paket Bali terdiri dari sepuluh keputusan terpisah Konferensi Menteri yang mencakup sektor-sektor berikut: Perjanjian Bantuan Dagang, Keamanan pangan di negara berkembang, Kapas, dan Perlakuan untuk negara berkembang.

Paket ini meliputi penurunan tarif impor dan subsidi pertanian, sehingga negara-negara berkembang mudah bersaing dengan negara-negara maju di pasar global. Negara maju akan menghapus batasan impor produk pertanian dari negara berkembang dan tidak lagi membebankan tarif terhadap jumlah produk pertanian yang melebihi batasan impor, tetapi masih dibolehkan melakukan impor hasil tani tanpa batas.

Target penting lainnya adalah reformasi birokrasi dan formalitas bea cukai untuk membantu kemudahan perdagangan. Meski negosiasi bertujuan menghasilkan perjanjian universal dan multilateral tanpa pengecualian, India berhasil mengajukan pengecualian terhadap program subsidi pertaniannya dengan mengancam akan menjegal perundingan ini. Akan tetapi, negara tersebut harus menyetujui batasan yang ditentukan.

Terkait upaya mendorong Paket Bali ini, pemerintah akan mendorong beberapa barang industri Indonesia juga memiliki daya saing yang patut dibanggakan di pasar internasional. Dengan demikian, selain barang pertanian, Pemerintah juga berupaya memanfaatkan kerja sama multilateral untuk memperluas akses pasar barang non-pertanian.

Dalam KTM WTO ke-10 sendiri, Bachrul berharap negara-negara maju menyepakati isu yang menjadi kepentingan negara berkembang seperti isu pertanian ini. “Pada KTM ke-10 mendatang, akan ada tingkat ambisi yang seimbang antara kepentingan negara maju dan negara berkembang sehingga akan tercapai kesepakatan, yaitu negara maju mendukung kepentingan negara berkembang dan sistem perdagangan multilateral,” harap Bachrul.

Disepakatinya Paket Bali pada KTM ke-9 WTO di Bali, Indonesia memang dinilai menjadi tonggak baru bagi WTO untuk mengatasi kebuntuan Doha Development Agenda (DDA) pada 2001, serta mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap sistem perdagangan multilateral. Bachrul meyakini berkembangnya perekonomian, meningkatnya taraf hidup, dan munculnya tuntutan baru diharapkan negara berkembang dapat memperkuat peranannya dalam perdagangan internasional. (*)

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.