Pengelolaan Desa Jangan Jadi Politik Kepentingan
|
Jakarta, Villagerspost.com – Kisruh penetapan pengelolaan desa antara Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi jangan sampai masuk dalam politik kepentingan. Pernyataan tersebut disampaikan oleh anggota Komisi II Fraksi PKB, Yanuar Prihatin.
Menurutnya, permasalahan siapa yang mengelola menyebabkan lambatnya penanganan pembangunan desa. “Saatnya duduk bersama, jangan sampai masyarakat yang dirugikan,” kata Yanuar dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Kamis (15/1).
Yanuar menjelaskan, dalam desa terdapat dua kepentingan yakni pemerintahan desa dan masyarakat desa. Baginya, jelas ketika dua kepentingan itu juga sebaiknya dibagi kepada dua kementerian. “Membagi keduanya tentu berkaitan soal dana. Sebaiknya tinggal dibagi saja ke dua kementerian,” lanjutnya.
Dia juga menanyakan arti dari Dirjen PMD yang notabene merupakan Pemberdayaan Masyarakat Desa. Seharusnya jika masuk dari pemberdayaan masyarakat itu tugas dari kementerian desa. “Kementerian Desa itu bertugas untuk pemberdayaan desa, jika kemendagri urusan administrasi desa,” tegasnya.
Karena itu, Yanuar mengusulkan agar Presiden Joko Widodo memanggil kedua menteri untuk penyelesaian konflik tersebut. Serta diharapkan Presiden memiliki ketegasan sikap dalam permasalahan ini dengan mengacu UU Desa.
“Kita harus mengacu kepada UU Desa, ada dua nomenklatur di dalamnya yaitu pemerintahan desa, dan pembangunan desa. Pemerintah desa masuk ke Kemendagri dan pemberdayaan desa masuk ke kementerian desa,” tuturnya.
Kisruh pengelolaan desa antara dua kementerian yang merasa berhak diserahi tanggung jawab mengelola pembangunan desa dan tentunya dana desa ini, telah mengundang polemik. Hal ini ditengarai bakal membawa dampak buruk pada program pembangunan dan pemberdayaan desa itu sendiri. Pasalnya jika polemik ini tak segera diselesaikan, dipastikan program pemberdayaan desa seperti yang dijanjikan pemerintahan Jokowi-JK, termasuk mengucurkan dana sebesar Rp1,4 miliar per desa tak bakal jalan.
Masalahnya, polemik ini sendiri sebenarnya bisa dinilai aneh. Sebab urusan kementerian mana yang seharusnya menangani masalah pedesaan sudah sangat jelas. Keppres No 165 Tahun 2014 sudah menegaskan urusan desa diurus oleh menteri desa.
Dalam Pasal 18 beleid tersebut dikatakan, pembangunan pedesaan, pemberdayaan masyarakat desa adalah wewenang Kementerian Desa. Dengan demikian, segala pelaksanaan urusan yang terkait pembangunan desa adalah wewenang Kementerian Desa bukan Kementerian Dalam Negeri.
Selain itu UU No 16 Tahun 2014 tentang Desa juga sudah jelas menetapkan bahwa yang berhak mengatur dan juga mengimplementasikan UU tersebut adalah Menteri Desa bukan Mendagri. Dengan demikian, Menteri Dalam Negeri seharusnya legowo menyerahkan semua urusan terkait desa kepada Menteri Desa, karena itu sudah sesuai dengan tugas dibentuknya Menteri Desa.
Pelaksanaan pembangunan desa tidak boleh dilakukan oleh dua kementerian, karena apabila kedua kementerian tersebut tetap sama-sama di beri wewenang dalam menangani desa, sudah pasti akan saling tumpang tindih dalam memberi kebijakan sehingga pelaksanaan UU Desa akan tersendat. Presiden Joko Widodo harus secepat mungkin mengambil sikap yang tegas dan jelas, karena jika dibiarkan seperti ini terus persoalan ini tidak akan selesai dan dikhawatirkan pelaksanaan UU Desa akan terbengkalai dan ujung ujungnya masyarakat yang akan menanggung dampak negatifnya. (*)