“Perang” Susi-Yusril di Kasus MV Silver Sea II

Kapal MV Silver Sea II. Susi terlibat "perang" wacana denga Yusril terkait kasus ini (dok. kkp.go.id)
Kapal MV Silver Sea II. Susi terlibat “perang” wacana denga Yusril terkait kasus ini (dok. kkp.go.id)

Jakarta, Villagerspost.com – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti tengah menghadapi cobaan berat dalam upayanya memberantas illegal fishing di perairan Indonesia. Cobaan itu adalah kemungkinan bakal menghadapi gugatan hukum yang dilayangkan kuasa hukum Yotin Kuarabiab, pemilik Kapal Motor atau Motor Vessel (MV) Silver Sea II Yusril Ihza Mahendra. Yusril yang merupakan mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia telah melayangkan somasi terhadap Susi atas langkah KKP melakukan penahanan atas kapal tersebut.

Somasi tersebut dilayangkan kepada Yusril dengan alasan pihak KKP masih melakukan penahanan terhadap MV Silver Sea II beserta nakhoda dan awak kapalnya di pelabuhan Sabang, Aceh. Penahanan dilakukan sejak  Agustus 2015 lalu.

Yusril mengutip Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan yang menyebukan, jika terjadi tindak pidana maka proses penyelidikan dibatasi maksimal 30 hari sudah harus dilimpahkan ke ‎penuntut umum atau ke pengadilan. Nah, dalam kasus Silver Sea II, kata Yusril, sudah lima bulan disidik namun belum juga dilimpahkan ke penuntut umum.

Menanggapi somasi ini, Susi pun mengibarkan bendera “perang” terhadap Yusril. Dia menyebut, justru Yusril yang tak memahami permasalahan hukum kasus ini. Susi mengaku heran mengapa seorang profesor hukum seperti Yusril meributkan kasus ini di ranah media sosial dan bukannya di pengadilan.

Insan hukum saja tahu, masa menteri tdk tahu, masa sarjana hukum, professor di bid hukum atau pengacara tidak tahu,” demikian tulis Susi di akun Twitter resminya @susipudjiastuti, Rabu (3/2).

Susi sendiri menegaskan dia akan tetap berkomitmen menyatakan perlawanannya terhadap aktivitas pencurian ikan di laut Indonesia. Di jejaring sosial, Menteri Susi menyerukan ‘perlawanannya’ terhadap siapa pun yang mencuri ikan di perairan Indonesia.

Ribuan kapal membawa pergi ribuan ton (SS2 bawa 2.000 ton ikan & udang dll) dari laut kita ke negeri mereka. Sementara kita diam?? Tidak boleh!!” tulis Susi.

Ia pun menekankan bahwa kedaulatan teritorial dan ketersediaan pangan ikan di Indonesia harus menjadi hal mutlak. Susi juga menegaskan, kedaulatan teritorial laut dan pangan bangsa Indonesia tidak boleh lagi diinjak-injak asing. Indonesia adalah bangsa yang besar yang sadar akan kedaulatan yang harus terus dijaga.

Kita tidak bisa membagi uang tunai kepada semua rakyat kita untuk mereka bisa beli ikan di supermarket. Tapi kita bisa jaga laut kita aman dari pencuri,” tulisnya.

Terkait kasus ini, Yusril dalam somasinya memang menyinggung soal berkas penyidikan yang terus dikembalikan oleh kejaksaan. Penyidikan kasus MV Silver Sea II ini sendiri dilakukan oleh penyidik dari pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Belawan, Medan. Karena itu, Yusril berpendapat kasus ini harusnya sudah kadaluwarsa.

Yusril mengatakan, kliennya telah dirugikan dalam kasus ini, apalagi manives ikan yang diangkut kapal itu bukan dari Indonesia, melainkan dari Papua Nugini. Selama perjalanannya, kata dia, kapal itu tidak pernah memasuki perairan Indonesia.‎ Yusril mengatakan, kapal kliennya hanya melintas di Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dekat Aceh yang merupakan lalu lintas damai sebelum ditangkap TNI Angkatan Laut lantaran tak menyalakan radio panggil.

“Kalau memang dianggap terbukti klien kami mencuri ikan, segera diadili saja, putusan praperadilan tegas menyatakan permohonan pemohon ditolak karena termohon memiliki bukti yang cukup untuk mentersangkakan, kenapa tak segera dilimpahkan?” kata Yusril saat menggelar konferensi pers, beberapa waktu lalu.‎

Susi sendiri belum menjawab somasi ini secara resmi. Hanya saja terkait proses hukum, pihak KKP memang sempat berada di atas angin ketika gugatan praperadilan yang dilayangkan MV Silver Sea II ditolak ditolak Pengadilan Negeri Sabang. Putusan itu sendiri dibacakan pada Senin, 5 Oktober 2015 lalu. Dalam putusannya majelis hakim menyatakan menolak gugatan praperadilan yang diajukan Supachai Singkalvanch, kuasa hukum Mr. Venus Pomprarest selaku Direktur Silver Sea Reefer Co. Ltd.

Pemilik Silver Sea II menggugat Pemerintah RI dalam hal ini Mabes AL RI cq. Panglima Armabar cq. Danlanal Sabang dengan alasan dianggap telah melakukan penangkapan, penahanan dan penyitaan dokumen terhadap kapal MV Silver Sea 2 yang tidak sesuai koridor hukum.

Dalam permohonannya, pemohon mengajukan tiga tuntutan. Pertama, menyatakan penangkapan, penahanan dan penyitaan dokumen kapal tidak sah. Kedua, memerintahkan Termohon untuk melepas kapal MV Silver Sea II beserta kapten dan stafnya, serta mengembalikan dokumen kapal yang diisi. Ketiga, mengganti kerugian akibat tidak berjalan dan bersandar di dermaga LANAL Sabang sebesar Rp4.755.000.000 (Empat miliar tujuh ratus lima puluh lima juta rupiah).

MV Silver Sea II ditangkap pada 13 Agustus lalu oleh aparat TNI Angkatan Laut (AL) dengan menggunakan kapal KRI Teuku Umar di perairan sekitar Sabang pada dini hari ini. Kapal berbobot 2.285 Gros Ton (GT) itu dimiliki oleh Silver Sea Reefer, Co. Ltd. yang berpusat di Thailand.

Di perairan Indonesia, kapal ini dioperasikan oleh PT Pacific Glory Lestari selaku agen (penyewa). Kapal ini ditangkap lantaran kedapatan melakukan aktivitas penangkapan ikan tanpa izin. Izin Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) untuk kapal ini sudah habis masa berlakunya sejak 29 Mei 2015. MV Silver Sea 2 juga melakukan kegiatan transhipment di Laut Arafura dengan kapal milik Pusaka Benjina Resources,.

Selain itu, kapal berbendera Thailand itu juga tak mempekerjakan anak buah kapal (ABK) lokal serta tidak mengaktifkan transmitter SPKP (Sistem Pemantauan Kapal Perikanan) Online pada 2013-2014. Kapal ini juga melanggar ketentuan mengenai pengangkutan ikan dari pelabuhan pangkalan yang ditunjuk dalam SIKPI. “Izin SIKPI sudah mati sejak 25 Juni 2014,” kata Susi. (*)

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.