Percepatan Tanam, Sekitar 50 Hektare Padi di Indramayu Terserang Klowor
|
Indramayu, Villagerspost.com – Agustus lalu, para petani di Kecamatan Bangodua, Indramayu sudah melaksanakan percepatan tanam musim tanam 1 (MT1) di tahun 2017-2018. Di kecamatan tersebut, para petani mengikuti anjuran pemerintah untuk melakukan tanam padi tiga kali atau IP300. Namun sayangnya, percepatan musim tanam 1 dan pola tanam padi tiga kali itu, ternyata membawa dampak buruk.
Laporan dari Zaenal Mutaqin, petani muda dari Desa Muntur, Indramayu yang juga jurnalis warga untuk Villagerspost.com menyebutkan, saat ini areal sawah seluas 50 hektare di Bangodua yang ikut IP300 dan percepatan MT1 terkena serangan virus kedil hampa alias klowor. Tanaman yang terkena virus ini memiliki ciri yaitu tanaman tumbuh subur diawal tapi tidak bermalai. Klowor ditularkan oleh wereng batang coklat.

Dari foto-foto terhadap hamparan sawah di Bangodua yang diambil pada Senin (23/10), memang terlihat beberapa blok tanaman padi ada yang mengalami kerdil alias tidak tumbuh normal. Pada beberapa blok lainnya, tampak hamparan padi menjadi kering kecoklatan dan tanaman mati sama sekali. Sementara pada beberapa hamparan lain, tampak sudah bermalai, namun malainya hampa alias kosong.
Para petani diperkirakan mengalami kerugian hingga ratusan juta rupiah. Seorang petani yang enggan disebutkan namanya mengatakan, pemerintah seharusnya memperhatikan kesejahteraan petani. “Mestinya tujuan pembangunan pertanian diarahkan pada upaya peningkatan partisipasi dan kesejahteraan petani, tidak hanya produksi, bertumpu pada asas yang keberlanjutan dan kelokalan sehingga daya dukung lingkungan yang berujung pada peningkatan produksi dapat terjadi dalam jangka panjang,” ujarnya.

Dia menilai, siklus wereng yang menyerang tanaman padi hingga menularkan virus kerdil hampa, tungro dan kerdil rumput semasa hidup individu wereng harusnya bisa menjadi peringatan bagi pemegang kebijakan agar lebih memikirkan petani. “Pemerintah harusnya memikirkan kita, petani, bukan nafsu birahi untuk memenuhi kuota produksi dimana swasembada pangan dan kedaulatan pangan adalah dua jargon yang berbeda tapi dengan substansi yang sama, yang menempatkan petani kita hanya sebagai objek dalam terpenuhinya syarat alat-alat produksi, tidak menempatkan petani dalam skala prioritas teratas sebagai subjek yang harus dicerdaskan dan disejahterakan,” pungkasnya.

Pada acara ‘Diskusi Publik: Ekspose Hasil Lapangan dan Solusi’ terkait serangan wereng coklat dan virus kerdil hampa yang digelar, di Kampus IPB, Dramaga, Bogor, Senin (14/8) lalu, Kepala Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB Dr. Ir. Suryo Wiyono mengatakan, serangan wereng batang coklat dan klowor terkait erat dengan penerapan pola tanam 3 kali setahun. “Serangan yang berat WBC dan virus kerdil berat terjadi pada daerah yang melakukan tiga kali penanaman dalam setahun,” kata Suryo.
Pada acara yang sama, Guru Besar Ilmu Penyakit Tanaman IPB Profesor Sri Hendrastuti Hidayat mengatakan, pada tanaman padi ada tiga virus utama penyebab kerusakan dan kerugian yaitu tungro, kerdil rumput, dan kerdil hampa. “Ketiga jenis virus ini di lapangan bisa dibedakan dari gejalanya walaupun beberapa infeksi sulit untuk membedakan ketiga virus ini,” ujarnya.

Untuk penyakit tungro, gejalanya sangat jelas, yaitu warna oranye pada daun yang masih muda, tanaman kerdil, tanaman padi rumpunnya menjadi banyak sepeti rumput. “Namun, untuk kerdil rumput strain baru memperlihatkan gejala baru selain kerdil dan anakan banyak juga menunjukkan adanya warna kuning ke oranye-oranyean seperti tungro, sehingga banyak dilaporkan sebagai tungro, padahal kerdil rumput,” terang Sri
“Kerdil hampa lebih jelas, karena selain kerdil, ada gejala khas yaitu ada daun yang terpelintir, twisting, ini mudah ditemukan di lapangan,” tambahnya.
Virus kerdil rumput dan kerdil hampa ini, kata Sri, tidak hanya ditemukan di NKRI tetapi juga ditemukan di negara lain di wilayah Asia Tenggara, seperti Malaysia, Filipina, Thailand, Vietnam dan Asia Selata, juga di Jepang, Cina dan Taiwan. “Namun tahun 2017 ini hanya Indonesia saja yang dilaporkan terjadi infeksi kerdil rumput dan hampa, negara lain tidak kita dengar,” kata Sri.

Virus kerdil rumput dan kerdil hampa ini memang tergantung penyebaran WBC. “Penyebaran virus di lapangan hanya bisa terjadi melalui WBC, tidak ada mekanisme lain yang bisa tularkan dan sebarkan pada padi,” ujarnya.
Virus ini ditularkan ke WBC secara persisten, artinya sekali wereng terkena virus, maka virus akan ada di tubuh wereng seumur hidup sampai mati. Kerugian tanaman yang tunjukkan gejala kerdil, pasti tidak berproduksi. “Kehilangan hasil bisa 80 persen itupun pada insidensi virus hanya 30%,” tambah Sri.
Yang lebih gawat, sekali ada serangan, tidak ada rekomendasi lain selain memusnahkan tanaman yang terserang. “Seringkali petani putus asa ketika tanamannya terkena kerdil virus dan dibiarkan saja di lapangan, tidak diapa-apakan. Padahal, justru itu berbahaya, tanaman sakit yang dibiarkan di lapangan jadi sumber penyebaran penularan virus. Sebaiknya dimusnahkan, cara paling gampang dibenamkan di sawah,” pungkas Sri. (*)
Laporan/Foto: Zaenal Mutaqin, Petani Muda Desa Muntur, Indramayu, Jurnalis Warga untuk Villagespost.com