Perpres Satgas Illegal Fishing Off Side

Kapal ilegal Vietnam yang ditangkap aparat KKP (dok. kkp.go.id)
Kapal ilegal Vietnam yang ditangkap aparat KKP (dok. kkp.go.id)

Jakarta, Villagerspost.com – Presiden Joko Widodo pada tanggal 19 Oktober kemarin telah menandatangi Peraturan Presiden Nomor 115 tahun 2015 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (illegal fishing) menimbulkan masalah baru. Lewat penerbitan beleid ini, pemerintah berharap upaya pemberantasan kejahatan perikanan seperti illegal, unreported, unregulated fishing (IUU Fishing) bisa lebih bertaji.

Hanya saja, penerbitan beleid yang mengesahkan terbentuknya Satgas Illegal Fishing ini dinilai sudah keluar jalur alias off side. Pasalnya keberadaan satgas itu justru seperti memberikan kewenangan kepada Menteri Kelautan dan Perikanan secara melampaui batas dan menabrak kementerian/lembaga negara lainnya.

Sekretaris Jenderal KIARA Abdul Halim mengatakan, dalam masalah ini, Presiden Jokowi sudah kecolongan. Pasalnya kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagaimana diatur di dalam Perpres Satgas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal menabrak dan tumpang-tindih dengan kebijakan yang telah ada sebelumnya.

“Jika yang didorong adalah efektivitas dan efisiensi penegakan hukum di laut, mestinya dilakukan harmonisasi kebijakan terlebih dahulu,” kata Halim lewat pernyataan tertulis yang diterima Villagerspost.com, Selasa (27/10).

Pusat Data dan Informasi KIARA (Oktober 2015) mencatat sedikitnya 4 kebijakan yang ditabrak oleh Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2015 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal. Pertama adalah Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Kedua, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan. Ketiga, Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. Keempat Peraturan Presiden Nomor 178 Tahun 2015 tentang Badan Kemanan Laut

Tabel 1. Kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan

No Kebijakan Penjelasan
1 Peraturan Presiden No. 63 Tahun 2014 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan Pasal 3 huruf a-j

“perumusan dan penetapan kebijakan di bidang pengelolaan ruang laut, pengelolaan konservasi dan keanekaragaman hayati laut, pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil, pengelolaan perikanan tangkap, pengelolaan perikanan budidaya, penguatan daya saing dan sistem logistik produk kelautan dan perikanan, peningkatan keberlanjutan usaha kelautan dan perikanan, serta pengawasan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan…..”

 

 

Pasal 22 huruf (b): “Pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan pengawasan penangkapan ikan, pengawasan usaha budidaya, pengawasan penguatan daya saing produk kelautan dan perikanan, dan pengawasan pengelolaan ruang laut, penyelenggaraan operasi kapal pengawas, pemantauan dan peningkatan infrastruktur sumber daya kelautan dan perikanan, serta penanganan tindak pidana kelautan dan perikanan.”

2 Undang-Undang No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan Pasal 59

1.    Penegakan kedaulatan dan hukum di perairan Indonesia, dasar Laut, dan tanah di bawahnya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya serta sanksi atas pelanggarannya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional.

2.    Yurisdiksi dalam penegakan kedaulatan dan hukum terhadap kapal asing yang sedang melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan Indonesia dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dan hukum internasional.

3.    Dalam rangka penegakan hukum di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi, khususnya dalam melaksanakan patroli keamanan dan keselamatan di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia, dibentuk Badan Keamanan Laut.

3 Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan Pasal 7 Ayat (1a-u)

“Dalam rangka mendukung kebijakan pengelolaan sumber daya ikan, Menteri menetapkan:

a. rencana pengelolaan perikanan;

b. potensi dan alokasi sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia….”

4 Peraturan Presiden No. 178 Tahun 2014 tentang Bakamla Pasal 1 Ayat (1) Badan Keamanan Laut yang selanjutnya dalam Peraturan Presiden ini disebut Bakamla dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.

 

(2) Dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman.

Sumber: Pusat Data dan Informasi KIARA (Oktober 2015)

“Jika tidak ada koreksi dari Presiden Jokowi, tumpang-tindih kebijakan di bidang penegakan hukum di laut akan berdampak kepada 3 hal,” kata Halim.

Dampak itu adalah yakni pertama, tabrakan kepentingan intra maupun ekstra institusi penegak hukum di laut dikarenakan tafsir atas kebijakan yang berbeda. Kedua, terbuangnya anggaran secara percuma dikarenakan satu bidang kerja dilakukan oleh banyak kementerian/lembaga negara.

“Ketiga, masyarakat nelayan akan menjadi korban bertumpuknya kebijakan dan implementasi yang tidak berpihak di lapangan,” tambah Halim.

Ketiga hal di atas, kata dia, memerlukan respons cepat dari Presiden Jokowi. “Ini penting agar upaya memerangi praktik penangkapan ikan secara ilegal bisa dilakukan maksimal tanpa saling menggergaji kewenangan kementerian dan lembaga negara lainnya,” pungkas Halim. (*)

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.