Pertama di Dunia: AMAN, KPA, WALHI Luncurkan Dana Nusantara Langsung ke Masyarakat Adat Demi Menjaga Kelestarian Bumi
|
Jakarta, Villagerspost.com – Tiga organisasi yang dikenal memiliki rekam jejak dalam menjaga lingkungan, yaitu Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Konsorsium Pembaruan Agraria(KPA), dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), meluncurkan sebuah inisiatif bersama yang diberi nama “Dana Nusantara”. Inisiatif ini ditujukan untuk memberikan pendanaan langsung kepada komunitas anggota dari tiga lembaga tersebut, agar mampu bergerak lebih masif dalam menjaga bumi untuk kelangsungan kehidupan manusia di masa depan.
Peluncuran Dana Nusantara dilakukan di Hotel Indonesia Kempinski, Senin (8/5). Lokasi tersebut merupakan tempat penyelenggaraan Kongres Masyarakat Adat Nusantara pertama pada tahun 1999 yang didukung oleh beberapa organisasi masyarakat sipil, termasuk KPA dan WALHI. Kala itu kongres berupaya mencari solusi atas persoalan masyarakat adat, di antaranya pelanggaran hak asasi, perampasan wilayah adat, pelecehan budaya, hingga diskriminasi masyarakat adat.
Adapun Dana Nusantara diluncurkan sebagai salah satu solusi nyata untuk menjawab hal tersebut terkait pemberdayaan sumber daya manusia dan alam sekitarnya. Dana Nusantara merupakan inisiatif yang pertama kali di dunia dalam hal penyaluran hibah secara langsung kepada Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal, untuk melanjutkan berbagai aktivitas dalam melindungi dan mengelola tanah, air, wilayah adat, lingkungan hidup, dan sumber-sumber agraria lainnya.
“Jelas, bahwa 80% keanekaragaman hayati dunia dilindungi dan dikelola oleh Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal. Dengan dukungan Dana Nusantara, kami berharap kontribusi dalam mengurangi emisi, deforestasi dan degradasi hutan akan semakin besar,” ujar Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolinggi, yang juga merupakan salah satu pendiri Dana Nusantara.
Selama ini, pendanaan global untuk merespons perubahan iklim dan menjaga lingkungan yang menyasar Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal hanya mencapai sebesar US$270 juta atau 1%, dan dari jumlah itu, hanya 16% atau US$47 juta yang disalurkan langsung ke Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal di seluruh dunia. Dalam gambaran situasi hari ini, Rukka menjelaskan, wilayah dan ruang hidup Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal semakin hari semakin terancam akibat lemahnya perlindungan dan pengakuan oleh pemerintah dan derasnya arus investasi.
“Kita perlu membuat terobosan baru untuk melindungi dan mengelola tanah, wilayah, dan sumber daya Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal,” sambung Rukka.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika mengatakan, peluncuran Dana Nusantara ini menjadi momentum untuk menunjukkan solidaritas lintas gerakan dari Masyarakat Adat, Reforma Agraria, dan Lingkungan. “Dana Nusantara juga akan membantu komunitas dari sisi penguatan organisasi dan juga membangun kemandirian ekonomi,” ujarnya.
Lebih jauh, Dewi menyampaikan, gagasan pembentukan Dana Nusantara juga melalui proses partisipatif di tingkat komunitas. Di mana, ketiga lembaga melakukan proses konsultasi dengan komunitas anggotanya yang tersebar di berbagai wilayah yang dilakukan pada medio pertengahan hingga akhir 2022. Hingga akhirnya, per Desember 2022, uji coba implementasi Dana Nusantara telah didistribusikan ke-30 komunitas Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal di Indonesia.
“Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal adalah kelompok masyarakat yang memahami tentang bagaimana menjaga lingkungan. Telah terbukti dari generasi ke generasi menjadi garda terdepan dalam menjaga lingkungan. Dan kami percaya, bahwa di tingkat komunitas akan mampu mengelola dukungan Dana Nusantara dengan baik,” pungkasnya.
Mekanisme pendanaan secara langsung pada Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal tanpa melalui perantara ini merupakan bagian dari komitmen Indigenous Peoples and Local Communities (IPLCs) Forest Tenure Pledge pada Climate Change Conference 26 (COP-26) di Glasgow pada 2021 lalu. Dalam forum tersebut, sejumlah lembaga donor dan filantropis berkomitmen untuk meningkatkan dukungan langsung untuk Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal yang mencapai senilai US$1,7 miliar, sebagai bagian dari upaya global untuk mengembalikan hilangnya hutan dan degradasi lahan.
Sebagai negara yang memiliki hutan tropis terbesar di dunia, Indonesia diharapkan mampu menjadi penyangga bumi dan sekaligus menjawab tantangan perubahan iklim saat ini. Tidak sedikit, Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal telah merasakan dampak dari krisis iklim yang berimbas ke perekonomiannya.
“Dana Nusantara dibutuhkan untuk memberikan dukungan pada Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal yang selama ini telah membangun ekonomi, pemulihan lingkungan, menjaga hutan, dan berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim,” ungkap Direktur Eksekutif WALHI Zenzi Suhadi.
Zenzi meyakini, dukungan Dana Nusantara kepada Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal untuk merespons perubahan iklim akan memiliki dampak positif bagi Indonesia. Menurutnya, ketika Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal mampu dan semakin luas menjaga alam dan sumber-sumber pangannya, maka masyarakat Indonesia dan global akan menikmatinya.
“Udara bersih yang kita hirup, pangan yang kita nikmati, karena Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal mampu menjaga bumi dan memproduksi pangan bagi kita,” tegasnya.
Dalam menjalankan program dukungan kepada Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal, Dana Nusantara memegang prinsip yang berbasis masyarakat, akuntabilitas, kesetaraan, fleksibilitas, inklusif dan transparan, serta penghormatan atas HAM. Ada pun target yang ingin dicapai dari Dana Nusantara adalah meningkatkan pemetaan Wilayah Adat, Wilayah Kelola Rakyat, dan Lokasi Prioritas Reforma Agraria sebesar 20 juta hektare, pendaftaran tanah dan wilayah Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal seluas 7,8 juta hektare, hingga rehabilitasi dan restorasi 3,5 juta hektare wilayah serta lahan Masyarakat Adat dan Komunitas Lokal.
Selain itu, Dana Nusantara juga ingin mewujudkan berbagai model produksi, distribusi dan konsumsi yang berkeadilan dan berkelanjutan, membentuk pusat-pusat “Pendidikan Rakyat”. Target-target tersebut setidaknya akan berdampak langsung pada sedikitnya 30 juta orang atau setidaknya 11% dari total penduduk Indonesia dan berdampak pada 30 juta hektare hutan dan lahan, atau 1/6 dari total luas daratan Indonesia.
Editor: M. Agung Riyadi