Pertemuan RSPO ke-15 Dorong Transparansi untuk Sawit Berkelanjutan
|
Jakarta, Villagerspost.com – Pertemuan tahunan Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) yang ke-15 (RT15) yang mengambil tema “Inklusivitas dan Akuntabilitas” menandai komitmen RSPO untuk mendorong transparansi dan kolaborasi yang lebih baik di antara para pemangku kepentingan yang jumlahnya terus bertambah. Tema ini diharapkan mampu memberikan inspirasi bagi para pemangku kepentingan dari seluruh rantai pasokan kelapa sawit untuk bersama-sama meningkatkan upaya dalam menciptakan kondisi dan situasi yang efektif dan kondusif bagi minyak kelapa sawit berkelanjutan.
Chief Executive Officer RSPO, Datuk Darrel Webber berharap, para pemangku kepentingan di seluruh rantai pasok mengambil peran lebih aktif dalam mencapai keberlanjutan, RT15 juga memprioritaskan tinjauan dan pengesahan Prinsip dan Kriteria RSPO (RSPO Principles and Criteria/P & C) di tahun 2018.
“Pada saat kita meninjau Prinsip dan Kriteria (P&C) RSPO, kita harus mempertimbangkan berbagai perspektif dan segalakemungkinan yang ada, memperhitungkan beragam kondisi pasar dan kelompok pemangku kepentingan, terutama pihak-pihak yang memiliki keterbatasan. Proses ini harus memberdayakan para pemangku kepentingan untuk menemukan solusi lokal bagi isu-isu lokal, yang dijalankan dalam kerangka kerja internasional,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Rabu (29/11).
Konferensi ini juga menjadi wadah bagi RSPO untuk mengumumkan pengesahan Strategi Pekebun Kecil RSPO (RSPO Smallholder Strategy), yang bertujuan untuk memberdayakan pekebun kecil dalam mencapai kesejahteraan yang lebih baik dan berkelanjutan. Menyadari berbagai tantangan yang dihadapi oleh banyak pekebun kecil, RSPO telah membentuk beberapa struktur termasuk kelompok kerja, pendanaan, dan pendekatan lainnya yang secara khusus menangani masalah pekebun kecil.
Sejalan dengan tema RT15, RSPO juga menyoroti sejumlah pencapaian dari Laporan Dampak (Impact Report) terakhir RSPO yang diluncurkan pada konferensi ini, diantaranya kawasan Nilai
Konservasi Tinggi (HCV) seluas 189.777 hektare telah teridentifikasi dan dikelola oleh anggota RSPO, area yang setara dengan 250.000 lapangan sepak bola. Jumlah ini meningkat 21% sejak
periode pelaporan terakhir.
Selain itu, beberapa tren penting muncul di tingkat regional termasuk di Afrika, di mana area HCV yang teridentifikasi meningkat seluas 13.405 hektar. Wilayah Asia Pasifik juga mengalami peningkatan yang signifikan untuk wilayah HCV yang teridentifikasi, dengan Malaysia mencatat peningkatan 8.399 hektar, didukung dari peningkatan 5.864 hektare di kawasan lainnya (tidak termasuk Indonesia).
“Kami telah membuat kemajuan yang signifikan dalam setahun terakhir, dengan total perkebunan bersertifikasi RSPO yang mencakup 3,2 juta hektare di 16 negara, meningkat 14% sejak periode pelaporan terakhir. Namun, RSPO perlu untuk terus bekerja sama dengan mitra kami, terutama di daerah berkembang untuk memberikan perubahan yang paling berdampak di lapangan; yaitu dimana kelapa sawit, lingkungan, dan masyarakat lokal dapat hidup berdampingan secara harmonis,” tambah Webber.
Jumlah keanggotaan RSPO mengalami peningkatan yang signifikan di seluruh dunia, di mana China dan Amerika Utara mencatat kenaikan masing-masing 30% dan 62%. Laporan dampak terakhir juga menyoroti peningkatan jumlah pekebun kecil RSPO menjadi 139.123 dari 109.415, dengan lahan pekebun kecil bersertifikat meningkat menjadi 333.345 hektar dari 257.649 hektare pada periode laporan sebelumnya.
Konferensi RT15 diadakan di Grand Hyatt Bali, Indonesia dari tanggal 29 sampai 30 November 2017. Terlepas dari peningkatan aktivitas Gunung Agung di Bali baru-baru ini, lebih dari separuh perwakilan industri kelapa sawit global, termasuk para pemimpin perusahaan yang fokus kepada isu keberlanjutan, lembaga keuangan, pembuat kebijakan, akademisi, dan LSM sosial dan lingkungan dari seluruh dunia tetap dapat berpartisipasi dalam acara tersebut. (*)