Petani dan Nelayan tak Perlu Ikut Tax Amnesty
|
Jakarta, Villagerspost.com – Gonjang-ganjing soal tax amnesty yang dinilai malah menyasar kalangan masyarakat bawah, dijawab tuntas oleh Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan. Pihak Ditjen Pajak telah menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor: PER-11/PJ/2016 tentang Peraturan Lebih Lanjut Mengenai Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Peraturan itu pada 29 Agustus 2016.
Dalam peraturan tersebut ditegaskan, petani dan nelayan termasuk profesi yang tidak perlu ikut tax amnesty. “Orang pribadi seperti petani, nelayan, pensiunan, tenaga kerja Indonesia atau subjek pajak warisan yang belum terbagi, yang jumlah penghasilannya pada Tahun Pajak Terakhir di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dapat tidak menggunakan haknya untuk mengikuti Pengampunan Pajak,” bunyi Pasal 1 Ayat (2) Peraturan Dirjen Pajak itu, seperti dikutip setkab.go.id, Selasa (30/8).
Perdirjen Pajak itu sendiri diterbitkan dengan pertimbangan untuk memberikan keadilan dan pelayanan kepada Wajib Pajak dalam menjalankan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Sebagaimana diketahui berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK): Nomor 101/PMK.010/2016 Pendapatan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk Wajib Pajak dengan status tidak kawin (TK/0) adalah Rp54 juta/tahun. Untuk Wajib Pajak dengan status kawin tanpa tanggungan/anak (K/0) nilai PTKP-nya adalah Rp58,5 juta/tahun, dan Wajib Pajak dengan status kawin dengan dua tanggungan/dua anak (K/2) nilai PTKPnya Rp67,5 juta.
Dalam Peraturan Dirjen Pajak juga disebutkan, Warga Negara Indonesia yang tidak bertempat tinggal di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan tidak mempunyai penghasilan dari Indoensia merupakan Subjek Pajak Luar Negeri, dan dapat tidak menggunakan haknya untuk mengikuti Pengampunan Pajak.
Menurut Peraturan Dirjen Pajak ini, harta warisan bukan merupakan objek Pengampunan Pajak apabila: a. Diterima ahli waris yang tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan di bawah PTKP; atau b. Harta warisan sudah dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan pewaris.
Adapun harta hibahan bukan merupakan objek Pengampunan Pajak apabila: a. Diterima oleh orang pribadi penerima hibah yang tidak memiliki penghasilan atau memiliki penghasilan di bawah PTKP; atau harta hibahan sudah dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan pemberi hibah.
Bagi Wajib Pajak yang tidak menggunakan haknya untuk mengikuti Pengampunan Pajak, menurut Peraturan Dirjen Pajak ini, dapat menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) atau membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Sedangkan terhadap harta yang diperoleh dari penghasilan yang telah dikenakan PPh atau harta yang diperoleh dari penghasilan yang bukan objek PPh dan belum dilaporkan dalam SPT PPh, menurut Peraturan Dirjen Pajak, berlaku ketentuan sbb: a. dalam hal SPT PPh telah disampaikan, Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan SPT PPh; atau b. Dalam hal SPT PPh belum disampaikan, Wajib Pajak dapat melaporkan harta tersebut dalam SPT PPh.
“Dalam hal Wajib Pajak tidak menggunakan haknya untuk mengikuti Pengampunan Pajak dan Direktur Jenderal Pajak menemukan harta dan/atau informasi yang diperoleh sejak tanggal 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015 yang belum dilaporkan dalam SPT PPh, ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak diterapkan,” demikian bunyi Pasal 3 Ayat (3) Peraturan Dirjen Pajak itu.
“Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan,” bunyi Pasal 6 Peraturan Dirjen Pajak itu.