Privatisasi dan Komersialisasi Sumber Daya Laut, Langgar HAM Rakyat Pesisir

Aksi aktivis KIARA menolak privatisasi dan komersialisasi pesisir dengan dalih konservasi dan didanai utang luar negeri (dok. kiara)
Aksi aktivis KIARA menolak privatisasi dan komersialisasi pesisir dengan dalih konservasi dan didanai utang luar negeri (dok. kiara)

 

 
Jakarta, Villagerspost.com – Privatisasi dan komodifikasi sumber daya laut semata-mata untuk kepentingan komersial telah menggusur keberadaan masyarakat pesisir dan menghilangkan akses mereka terhadap sumber-sumber penghidupannya. Hal ini adalah pelanggaran hak asasi manusia yang ditengarai dilegalisasi oleh pemerintah di banyak negara dengan label kawasan konservasi laut (marine protected areas), investasi pulau-pulau kecil, dan pembangunan hunian tepi laut (water front city).

Wacana tersebut mengemuka dalam diskusi terbatas tentang “Pengelolaan Sumber Daya Alam” yang diselenggarakan di Cape Town, Afrika Selatan, pada tanggal 13-19 September 2015. Acara tersebut dihadiri oleh perwakilan organisasi masyarakat sipil dari Afrika Selatan, Kenya, Uganda, Swedia, dan Indonesia.

Sekretaris Jenderal KIARA Abdul Halim yang turut hadir dalam diskusi terbatas tersebut mengatakan, target luasan kawasan konservasi laut seluas 20 juta hektare merupakan praktik pelanggaran hak asasi manusia (HAM) masyarakat pesisir. Dalam pada itu, pemerintah mengklaim telah berhasil mencapai 16,5 juta hektare.

“Situasi ini justru mengebiri hak-hak konstitusional masyarakat pesisir lintas profesi, seperti nelayan tradisional, perempuan nelayan, petambak garam, pembudidaya, dan pelestari ekosistem pesisir, dikarenakan terhalanginya akses dan kontrol terhadap sumber daya laut sebagai penopang kehidupan,” kata Halim dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Minggu (20/9).

Pusat Data dan Informasi KIARA (September 2015) mencatat sedikitnya 30 kabupaten/kota/provinsi di Indonesia menjalankan proyek reklamasi pantai untuk pembangunan hunian tepi laut. Di saat yang sama, pemerintah  (melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan) mendorong hadirnya investasi asing di 40 pulau-pulau kecil selama tahun 2015-2016.

Pemerintah, kata Halim, menjadi aktor utama pelanggaran terhadap hak asasi masyarakat pesisir lintas profesi. Ironisnya, program privatisasi dan komersialisasi ini didukung oleh Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara Tahun 2015 dan 2016. “Semestinya anggaran dipergunakan untuk memfasilitasi masyarakat pesisir lintas profesi menjalankan hak-hak asasinya yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan mendapatkan kemakmuran,” tegasnya.

Mahkamah Konstitusi telah menafsirkan frasa “sebesar-besar kemakmuran rakyat” dengan 4 indikator utama. Pertama, kemanfaatan sumber daya alam bagi rakyat. Kedua, tingkat pemerataan sumber daya alam bagi rakyat. Ketiga, tingkat partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat sumber daya alam. Keempat, penghormatan terhadap hak rakyat secara turun-temurun.

Praktik privatisasi dan komersialisasi sumber daya laut juga dialami oleh masyarakat nelayan skala kecil di Afrika Selatan. Sejak ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Laut Langebaan dan diubah namanya menjadi West Coast National Park pada tahun 1973 melalui Sea Fisheries Act yang diperbarui pada tahun 1985 oleh Pemerintah Afrika Selatan, kawasan konservasi laut seluas 40.000 hektare ini dibagi ke dalam 3 zona (A, B, dan C).

Akibatnya, nelayan kehilangan akses dan kontrolnya terhadap sumber daya laut. Alih-alih dapat menjalankan profesinya, ancaman kriminalisasi justru kerap terjadi. Sedikitnya tiga orang nelayan Langebaan tengah ditahan oleh aparat setempat.

Lebih parah lagi, perairan di Zona B hanya bisa diakses oleh tiga orang saja dengan ketersediaan sumber daya ikan melimpah. Sementara sedikitnya 100-an keluarga nelayan yang tinggal di sekitar Teluk Saldanha ini tidak bisa memasuki perairan tersebut.

Atas kondisi ini, masyarakat nelayan Langebaan tidak tinggal diam. Saat ini mereka tengah menggugat Pemerintah Afrika Selatan untuk membebaskan ketiga orang nelayan dan mencabut Sea Fisheries Act 1985 yang melegalisasi praktik privatisasi dan komersialisasi sumber daya laut, termasuk penetapan kawasan konservasi laut tanpa partisipasi masyarakat pesisir Langebaan. (*)

“Saatnya pemerintah mengakhiri praktik privatisasi dan komersialisasi sumber daya laut dan kembali ke jalan konstitusi: mengelola sumber daya laut untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” pungkas Halim. (*)

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.