Proyek Reklamasi Lahirkan Manusia Perahu

Potret kemiskinan kampung nelayan (dok. kiara)
Potret kemiskinan kampung nelayan (dok. kiara)

Jakarta, Villagerspost.com – Proyek reklamasi di berbagai daerah di Indonesia banyak ditentang baik para aktivis lingkungan maupun para nelayan dan masyarakat sipil lainnya. Selain dinilai merusak lingkungan, proyek reklamasi juga dinilai sebagai proyek yang elitis dan cenderung mengorbankan rakyat kecil, khususnya nelayan

Hal itu terbukti dari banyaknya nelayan yang terpaksa menjadi “manusia perahu” karena kehilangan rumahnya. Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi mengatakan, entitas manusia perahu terus meningkat dari tahun ke tahun, seiring reklamasi yang juga terus masif dilakukan oleh pemerintah daerah.

Viva menegaskan, peningkatan populasi manusia perahu cermin dari menurunnya kesejahteran masyarakat pesisir. “Di Teluk Jakarta saja sudah mulai bermunculan banyak manusia perahu yang tempat tinggalnya tergusur oleh proyek reklamasi,” katanya dalam acara diskusi bertajuk “Sengkarut Reklamasi” di Media Center DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (21/4).

(Baca juga: Komisi IV Siap “Beking” KLHK Segel Proyek Reklamasi)

Politisi PAN itu menjelaskan, ada 40 proyek reklamasi dari Sabang sampai Merauke. Komisi IV sendiri sudah membahas persoalan ini dengan Menteri Kelautan dan Perikanan, bahkan meninjau langsung lokasi reklamasi di Teluk Jakarta dan Pulau Tidang, Serang, Banten.

“Pemerintah harus segera mengeluarkan keputusan moratorium reklamasi, agar ada kepastian hukum. Jangan sampai masyarakat terus dirugikan,” katanya.

Menurut Viva, selama ini proyek reklamasi selalu bermasalah dengan izin analisa mengenai dampak lingkungan (amdal). Izin amdal harus terpadu, tidak boleh parsial (pulau per pulau).

“Reklamasi selalu bersentuhan dengan banyak pulau dan lahan pesisir yang luas, maka amdalnya harus menyeluruh, mengingat dampak yang ditimbulkannya juga sangat luas,” ujarnya.

Dampak ikutan yang selalu muncul bersamaan dengan reklamasi adalah ekologi dan ekosistem laut terganggu. Belum lagi, ada dampak ekonomi sosial yang menyentuh kesejahteraan masyarakat pesisir yang kehidupannya sangat bergantung pada kekayaan laut.

“Izin reklamasi, harus dikeluarkan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan,” pungkasnya.

Sementara itu Ketua Umum Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia Riza Damanik mengatakan, teluk Jakarta sejak tahun 1980-an terus mengalami penurunan kualitas ekologis. Dahulu reklamasi dilakukan untuk rehabilitasi kawasan pesisir. Kini, untuk komersialisasi.

“Reklamasi juga menimbulkan perubahan arus laut. Akan ada banyak pulau di pesisir Jakarta yang mengalami abrasi,” ujarnya.

Tinjau Lokasi Penambangan Pasir

Viva Yoga sebelumnya bersama Panitia Kerja Nelayan dan Pencemaran Laut Komisi IV DPR meninjau langsung lokasi penambangan pasir laut yang ditujukan untuk meterial reklamasi Teluk Jakarta yang berada di Desa Lontar, Serang, Banten, Rabu (20/4).

Dari hasil kunjungan itu diketahui, program (penyedotan pasir laut-red) masih berlangsung meski sudah ada keputusan dari pemerintah pusat untuk menghentikan sementara proyek reklamasi. “Tetapi kenyataannya masih terjadi pengambilan meterial pasir yang berada di perairan Desa Lontar ini,” ujar Viva.

Fakta ini, kata dia, akan ditanyakan kepada Pemerintah. “Kami akan komunikasikan, laporkan kepada pimpinan DPR dan kami akan memanggil Kementerian teknis terkait kenapa masih terjadi operasi proyek reklamasi teluk Jakarta,” terang Viva Yoga.

Selanjutnya, Viva berharap aktivitas itu segera dihentikan sementara karena merugikan nelayan yang berada di seputar Desa Lontar. “Nelayan sangat mengeluhkan pendapatan mereka, dengan adanya aktivitas ini hasil tangkapan mereka menurun secara drastis,” jelasnya.

“Kami sangat sedih dengan nelayan disini karena tidak bisa melaut disebabkan oleh proyek-proyek penyedotan material pasir yang dibawa ke Teluk Jakarta yang sudah merusak ekologi dan berdampak kepada sosial ekonomi nelayan disini,” tambahnya.

Komisi IV menurut Viva Yoga, berencana mengirimkan surat resmi kepada pemerintah, dan selanjutnya akan menempuh langkah-langkah khusus dari hasil kunjungan ini. “Kalau reklamasi sudah diberhentikan sementara otomatis harus diberhentikan, kalau melanggar sanksinya ya sanksi administrasi bisa dicabut. Kalau tetap melanggar UU bisa sanksi pidana,” tegas Viva Yoga. (*)

Ikuti informasi terkait reklamasi >> di sini <<

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.