Pulau Bangka Selamat, Hakim Putuskan IUP PT MMP Tidak Sah
|
Jakarta, Villagerspost.com – Hari Selasa (14/7) kemarin menjadi hari yang paling menggembirakan bagi warga di Pulau Bangka, Sulawesi Utara. Pasalnya, perjuangan mereka selama delapan bulan ini memperjuangkan ruang hidup dan keselamatan lingkungannya dari ancaman pengrusakan akibat diberikannya izin pertambangan bijih besi kepada PT Mikgro Metal Perdana (MMP).
Majelis hakim PTUN Jakarta Timur, dalam amar putusannya menyatakan mengabulkan gugatan warga Pulau Bangka yang menggugat SK Menteri ESDM No. 3109/K/MEM/2014 tentang pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi tambang bijih besi PT MMP. Majelis Hakim yang dipimpin oleh Tri Cahya Indra Permana, mengabulkan secara keseluruhan gugatan yang diajukan oleh Warga Pulau Bangka.
“Oleh karena itu, Kementerian ESDM sebagai pihak yang tergugat harus membatalkan SK Menteri ESDM No. 3109/K/MEM/2014 dan mencabut IUP Operasi Produksi tambang bijih besi PT MMP di Pulau Bangka,” kata Koordinator Jaringan Advokasi Tambang Hendrik Siregar kepada Villagerspost.com, Rabu (15/7).
Dengan adanya putusan ini, kata dia, sudah seharusnya Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah, lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan dan menentukan kebijakan. “Pengabaian jaminan ruang hidup dan keselamatan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah, jelas adalah hal yang salah di mata hukum,” tegas Hendrik.
Berbagai ketetapan hukum yang dilanggar oleh Kementerian ESDM, secara gamblang menunjukkan abainya pemerintah serta keberpihakannya terhadap korporasi. Hendrik mengatakan, kemenangan warga Pulau Bangka adalah suatu preseden baik bagi upaya warga di wilayah krisis lain untuk memperjuangkan hak atas ruang hidup dan keselamatannya.
“Kemenangan warga Pulau Bangka harus bisa menginspirasi warga di wilayah krisis lainnya untuk terus berjuang dengan harapan kemenangan yang lebih besar,” ujar Hendrik.
Sebelumnya, warga memang terancam oleh pemberian izin pertambangan kepada PT MMP itu. Karena itulah warga berjuang mati-matian untuk menolak hadirnya IUP bijih besi PT MMP yang akan mengancam kelangsungan hidup mereka.
Perjuangan panjang Warga Pulau Bangka dalam menolak keberadaan tambang di pulau mereka bukanlah tanpa alasan. Pulau kecil dengan luas 3.319 hektare tersebut seharusnya terlarang untuk kegiatan tambang. Pertambangan di pulau kecil tersebut dipastikan akan merusak ekosistem yang ada di Pulau Bangka dan perairan sekitarnya. Apa lagi PT. MMP telah mengantongi izin untuk mengkapling 2.000 Ha, lebih dari setengah luas Pulau Bangka.
Padahal sudah jelas diatur dalam UU No. 1 tahun 2014 (perubahan UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil)), bahwa pulau kecil diprioritaskan untuk kegiatan konservasi; pendidikan dan pelatihan; budidaya laut; pariwisata; usaha perikanan dan kelautan secara lestari; peternakan; dan pertahanan dan keamanan Negara.
Hendrik mengatakan, Kementerian ESDM sebagai pemberi IUP Operasi Produksi sangat jelas telah mengabaikan fakta hukum yang ada. Putusan Mahakamah Agung No. 291/K/TUN/2013 pada 24 September 2013 jelas mengamanatkan pada Bupati Minahasa Utara, Sompie Singal, untuk mencabut IUP eksplorasi PT MMP.
Bahkan upaya hukum yang dilakukan Bupati Sompie Singal untuk mempertahankan keberadaan PT MMP di Pulau Bangka malah berujung memalukan. Permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh Bupati Sompie Singal ditolak oleh MA dengan putusan No. 127/PK/TUN/2014 pada 4 Maret 2015.
Peningkatan status IUP Eksplorasi PT MMP menjadi IUP Operasi Produksi yang dilakukan oleh Kementerian ESDM jelas adalah perbuatan melawan putusan MA No. 291/K/TUN/2013 yang telah berkekuatan hukum tetap.
Kasus pertambangan bijih besi di Pulau Bangka bahkan juga disorot oleh Kementerian lain. Susi Pujiastuti, Menteri Kelautan dan Perikanan, pada 12 Desember 2014 telah mengirimkan surat No. B-687/MEN-KP/XII/2014 kepada Kementerian ESDM, yang meminta penghentian segera operasi pertambangan di Pulau Bangka.
Bahkan Presiden Jokowi melalui Kementerian Sekretariat Negara, pada 13 April 2015 mengirimkan surat No. B-110/Kemensetneg/D-4/Hkm/HK.04.02/04/2015 kepada Kementerian Dalam Negeri dan memerintahkan untuk segera menangani permasalahan terkait pembangkangan Bupati Sompie Singal terhadap putusan MA 291/K/TUN/2013 sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di persidangan pun, dari tiga saksi ahli yang dihadirkan oleh pihak penggugat, jelas dapat disimpulkan bahwa sudah seharusnya pertambangan di Pulau Bangka dihentikan. Saksi ahli pertama, Cipto Aji Gunawan, ahli dan praktisi wisata bahari, menyatakan bahwa sepanjang pengalamannya bergelut dengan dunia pariwisata selama 23 tahun, tidak pernah menemukan praktik pertambangan yang berdampingan dan sejalan dengan ekowisata.
“Karena tambang itu sifatnya membongkar, merusak bentang alam. Sedangkan Ekowisata jelas memanfaatkan keutuhan panorama keindahan alam tanpa merusaknya,” ungkapnya di persidangan beberapa waktu lalu.
Saksi Ahli kedua, Veronika Kumurur, salah satu pengkaji Amdal PT. MMP, mengungkapkan bahwa dirinya tidak mendapatkan info apapun terkait mulai beroperasinya PT MMP di Pulau Bangka. “Karena kami masuk sebagai Tim Analisa, kami meminta kepada pemrakarsa agar kami selalu mendapatkan informasi terbaru. Namun permintaan kami tidak pernah direspons,” ujarnya.
Veronika Kumurur juga menambahkan bahwa AMDAL PT MMP tidak memiliki Detail Engineering Design yang seharusnya wajib tercantum dalam AMDAL. Bahkan, menurutnya, AMDAL tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan, karena menggabungkan sekaligus beberapa kegiatan wajib AMDAL dalam satu Dokumen AMDAL, seperti reklamasi pantai, pembangunan pelabuhan, relokasi warga, kegiatan penambangan dan pembangunan pabrik baja. (*)