RAN: Perusahaan Sawit Baru Terlibat Perusakan Kawasan Ekosistem Leuser

Pembukaan lahan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit di Desa Peunaron, Aceh Timur, Indonesia. (dok. RAN/Nanang Sujana)

Aceh, Villagerspost.com – Laporan Leuser Watch terbaru dari Rainforest Action Network (RAN) mengungkap keterlibatan sebuah perusahaan, PT Rezeki Fajar Andalan (PT RFA) dalam perusakan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Sebagai kilang minyak sawit baru, perusahaan tersebut diketahui memasok minyak sawit bermasalah dari PT Surya Panen Subur (SPS II) —perusahaan nakal yang terkenal karena membakar dan menghancurkan ‘Ibukota Orangutan Dunia’ di KEL.

Hasil investigasi menemukan truk pengangkut minyak sawit dari Pabrik Kelapa Sawit (PKS) milik SPS II Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya memasok minyak sawit ke PT RFA yang berada di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara pada April 2021. Selain itu ditemukan juga bukti pengiriman minyak sawit mentah dari PT SPS II kepada PT RFA pada bulan yang sama.

Padahal RAN selama bertahun-tahun telah mendokumentasikan PT SPS II sebagai perusahaan nakal yang dikeluarkan dari rantai suplai minyak sawit dunia karena terus terlibat aktivitas deforestasi dan konflik lahan. Bahkan perusahaan ini pernah dibawa ke pengadilan dan didenda karena terbukti melanggar hukum membakar hutan lahan gambut Tripa yang terletak di pantai barat Aceh.

Merek besar seperti PepsiCo dan Nestlé menyikapi reputasi buruk PT SPS II dengan memberlakukan kebijakan ‘No Buy’ (Tidak Membeli) dari perusahaan nakal ini. Bahkan perusahaan pedagang minyak sawit raksasa seperti Golden Agri Resources, Wilmar dan Musim Mas sudah memberlakukan larangan untuk memasok dari PT SPS II, meski hingga saat ini tidak ada satu pun dari perusahaan pemasok minyak sawit tersebut yang mampu membuktikan bahwa pelarangan tersebut telah ditegakkan sepenuhnya.

“PT Rezeki Fajar Andalan kini menjadi salah satu perusahaan minyak sawit bermasalah yang patut disorot di Indonesia karena memasok minyak sawit dari PT SPS II, perusahaan yang telah terbukti melanggar hukum Indonesia dan kebijakan perusahaan manufaktur barang konsumsi di seluruh dunia,” ungkap Direktur Kebijakan Hutan RAN Gemma Tillack, Kamis (29/7).

“Sedangkan PT SPS II akan tetap menjadi perusahaan paling kontroversial yang tidak patuh pada aturan hukum di Indonesia hingga mau memenuhi kewajibannya membayar denda atas kebakaran yang terjadi di lahan gambut Tripa, dan ikut terlibat dengan itikad baik dalam proses resolusi konflik yang transparan, kredibel dan independen untuk menyelesaikan konflik dengan masyarakat lokal yang terkena dampak operasionalnya”, Gemma menambahkan.

Laporan investigasi terbaru ini menunjukkan bahwa merek-merek besar mungkin sekali lagi mendapatkan pasokan dari perusahaan minyak sawit nakal seperti SPS II melalui pabrik minyak sawit baru yang terlibat dalam rantai pasokan minyak sawit di Sumatera. Ini jadi hal yang mendesak bagi merek-merek besar dunia seperti, Ferrero, Procter & Gamble, Mondelēz, PepsiCo, Mars, Nestlé dan Unilever untuk menempatkan PT Rezeki Fajar Andalan pada daftar ‘Tidak Membeli’.

Perusahaan-perusahaan tersebut juga dituntut agar menghentikan suplai dari PT SPS II, serta mendorong perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam rantai pasoknya untuk mengadopsi Kebijakan Nol Deforestasi, Nol Pembangunan di Lahan Gambut dan Nol Eksploitasi (NDPE).

“Jika perusahaan-perusahaan ini gagal melakukannya, perusahaan tersebut harus diblokir secara permanen dari rantai pasok minyak sawit ke merek-merek besar dunia dan pasar global,” pungkas Gemma.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.