RAN: Perusakan Lahan Gambut di Suaka Margasatwa Rawa Singkil Terhubung dengan Perusahaan Raksasa Dunia

Pembukaan lahan gambut untuk ekspansi perkebunan kelapa sawit di dataran rendah Singkil-Bengkung (dok. RAN/Nanang Sujana)

Jakarta, Villagerspost.com – Investigasi yang dilakukan Rainforest Action Network (RAN) mengungkapkan, perusahaan multinasional gagal memenuhi komitmen untuk membersihkan rantai pasok minyak sawit mereka dari deforestasi dan kerusakan lahan gambut menjelang KTT Perubahan Iklim COP ke-27

Hasil investigasi itu menemukan adanya skandal perusakan lahan gambut untuk suplai minyak sawit dari perkebunan ilegal di dalam kawasan Suaka Margasatwa (SM) Rawa Singkil ke rantai pasok minyak sawit dunia. Temuan ini dipublikasikan dalam laporan investigasi “Carbon Bomb Scandals: Big Brands Driving Climate Disaster for Palm Oil”.

Laporan tersebut diluncurkan menjelang Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (COP) ke-27 yang sedang berlangsung di Mesir. Laporan investigasi ini memaparkan dua kasus rantai pasok perkebunan kelapa sawit ilegal yang ditemukan beroperasi di dalam SM Rawa Singkil telah mensuplai sawit untuk diolah menjadi produk minyak sawit yang digunakan oleh perusahaan produsen barang konsumsi dunia.

RAN mengungkapkan, perusahaan-perusahaan seperti Colgate-Palmolive, Nestlé, Ferrero, Nissin Foods, PepsiCo, Procter & Gamble, Mondelēz dan Unilever, masih menerima minyak sawit ilegal yang ditanam dengan mengorbankan lahan gambut kaya karbon di SM Rawa Singkil. Padahal sejak COP ke-21 di Paris pada tahun 2015, banyak dari perusahaan ini telah mengeluarkan komitmen Forest Positive 1 namun tidak semua dari perusahaan tersebut yang menjalankannya.

Perusahaan tersebut juga berkomitmen untuk membangun rencana bersama untuk mengakhiri deforestasi dan memperbaiki peran mereka dalam memicu perubahan iklim melalui konsumsi minyak sawit dunia. Namun investigasi RAN telah menunjukkan bahwa menjelang COP ke-27, perusahaan-perusahaan ini telah gagal memenuhi janji-janji ini dan tetap terhubung dengan Minyak Sawit Bermasalah yang ditanam secara ilegal di dalam SM Rawa Singkil yang dilindungi secara nasional di Indonesia.

Melalui laporan ini RAN juga mendorong agar perusahan-perusahan ini perlu lebih banyak melakukan tindakan nyata, karena produk-produk mereka masih tercemar dengan minyak sawit bermasalah yang ditanam secara ilegal di Kawasan SM Rawa Singkil.

“Perusahaan-perusahaan ini harus memperluas penggunaan sistem pemantauan dan respon deforestasi kolaboratif mereka di seluruh Aceh, sehingga mereka dapat secara efektif menegakkan komitmennya di seluruh rantai pasok yang berisiko merusak hutan Aceh, khususnya di wilayah Kawasan Ekosistem Leuser,” ungkap Gemma Tillack Direktur Kebijakan Hutan RAN, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Selasa (15/11).

Laporan RAN juga menyoroti perlunya intervensi dan investasi jangka panjang untuk melindungi dan memulihkan hutan hujan dan lahan gambut di seluruh Kawasan Ekosistem Leuser yang terkenal di dunia, termasuk wilayah SM Rawa Singkil dan wilayah Singkil-Bengkung. Hingga saat ini, investasi yang telah dilakukan oleh merek-merek yang terlibat seperti Unilever dan PepsiCo dengan pendekatan yurisdiksi, terbatas pada daerah timur laut Kawasan Ekosistem Leuser.

RAN mengajak perusahaan merek ini berikut rekan-rekannya untuk memperluas upaya membangun program yuridis di tiga kabupaten di mana wilayah Singkil-Bengkung berada. “Kami juga menuntut tindakan nyata oleh perusahaan merek, dan pembeli minyak sawit yang terungkap dalam investigasi untuk menyikapi temuan suplai minyak sawit ilegal dalam rantai pasokan mereka secara menyeluruh, menanggapi temuan RAN dengan melakukan penyelidikan secara terbuka dan segera menghentikan pengadaan minyak sawit ilegal,” tukas Gemma.

Ada dua kasus Perkebunan Sawit Ilegal di SM Rawa Singkil yang diungkap RAN. Kasus pertama mengungkap perkebunan kelapa sawit ilegal yang beroperasi di desa Ie Meudama, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan dimana buah kelapa sawit dikumpulkan sebelum dijual ke pabrik kelapa sawit di sekitarnya untuk kemudian disalurkan ke rantai pasok global.

RAN menyebutkan, perkebunan dikuasai oleh Mahmudin––seorang pengusaha lokal di Aceh Selatan. Mahmudin juga mengoperasikan fasilitas kedua yaitu tempat pengepulan kelapa sawit di desa Sigleng. Bukti yang dipublikasikan dalam laporan RAN menunjukkan, Mahmudin memiliki perkebunan ilegal yang beroperasi di SM Rawa Singkil––area dengan status perlindungan konservasi tertinggi menurut hukum Indonesia. Artinya perkebunan ini telah beroperasi secara ilegal dengan melanggar hukum Indonesia.

Pelacakan rantai pasok juga menemukan tanda bukti penjualan Tandan Buah Segar (TBS) sawit dari perkebunan ilegal Mahmudin ke pengepul CV Buana Indah, yang kemudian memasok TBS tersebut ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Runding Putra Persada (PT RPP). Hasil investigasi RAN pada tahun 2019 menemukan bahwa CV Buana Indah pernah memasok TBS ke PKS milik PT Global Sawit Semesta (PT GSS).

Selain melalui CV Buana Indah, TBS dari perkebunan Mahmudin juga dijual ke pengepul lain, yaitu CV. Natama Prima yang kemudian memasok TBS tersebut ke PT GSS. Perusahaan merek besar dunia seperti Colgate-Palmolive, Ferrero, Mondelēz, Nestlé, PepsiCo, Procter & Gamble dan Unilever lalu membeli minyak sawit baik dari salah satu maupun kedua PKS tersebut. Oleh karena itu, perusahaan-perusahaan ini ikut terlibat menerima minyak sawit illegal dari perkebunan ilegal Pak Mahmudin di SM Rawa Singkil.

Sedangkan, kasus kedua mengungkap perkebunan kelapa sawit ilegal yang dikuasai oleh Nasti ––seorang pengusaha lokal di desa Binanga, di Kota Subulussalam, Aceh. Nasti mengoperasikan perkebunan ilegal seluas 27 hektare di dalam kawasan SM Rawa Singkil. Hasil investigasi menemukan TBS yang ditanam di perkebunan Nasti dikumpulkan dan diangkut oleh makelar bernama Alpian ke pabrik yang diolah oleh PT Bangun Sempurna Lestari (PT BSL). PT BSL kemudian menjual minyak sawit mentah ke Musim Mas ––perusahaan minyak sawit raksasa yang mengelola kilang minyak di pelabuhan Belawan, Sumatera Utara.

Musim Mas merupakan pemasok utama untuk perusahaan merek multinasional melalui gurita bisnis Inter-Continental Oil and Fats (ICOF) miliknya dengan akses distribusi ke seluruh dunia, termasuk AS, Eropa, Jepang, dan Cina. Tidak hanya itu, pabrik PT BSL juga menjadi pemasok minyak sawit untuk merek-merek besar dunia seperti Procter & Gamble, Mondelēz, Nissin Food, Nestlé, PepsiCo, dan Unilever.

RAN menuntut perusahaan merk multinasional ini untuk segera berhenti memasok minyak sawit dari perkebunan ilegal milik Mahmudin dan Nasti di kawasan SM Rawa Singkil dan juga pabrik serta kilang minyak sawit yang ditemukan dalam penyelidikan tersebut karena berasal dari perkebunan kelapa sawit ilegal.

“Perusahaan seperti Procter & Gamble, Mondelēz, dan Nissin Foods harus juga harus segera mengambil tindakan kolaboratif dan implementasi yang efektif untuk menghentikan praktik bisnis dengan pemasok yang tidak sesuai dengan komitmen Nol Deforestasi, Nol Pembangunan di Lahan Gambut dan Nol Eksploitasi (NDPE) mereka,” pungkas Gemma.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.