Ratusan Ribu Orang Suarakan Kembali Gerakan Menolak #ReformasiDikorupsi

Aksi buruh menentang revisi undang-undang ketenagakerjaan yang dinilai berpihak kepada pengusaha (dok. Koalisi Gerakan Buruh untuk Rakyat)

Jakarta, Villagerspost.com – Tahun lalu, tepatnya September 2019, gerakan #ReformasiDikorupsi muncul sebagai gelombang protes dari rakyat yang tak setuju dengan kebijakan DPR untuk mengesahkan sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) kontroversial. Ribuan mahasiswa turun ke jalan dan bersuara lewat media sosial, termasuk petisi, menyampaikan aksi penolakan.

Tahun ini, sejumlah RUU kontroversial yang dibahas oleh wakil rakyat di Senayan kembali menjadi perhatian publik. Dari mulai disahkannya RUU Minerba, yang oleh masyarakat sipil dinilai berpotensi melindungi koruptor di sektor tambang, dikeluarkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dari daftar prolegnas 2020, hingga pembahasan RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law ramai diperbincangkan di jagat maya.

Aspirasi masyarakat merespon kebijakan-kebijakan para wakil rakyat di DPR tersebut terlihat dari petisi-petisi yang muncul di laman Change.org, yang kami kumpulkan dalam sebuah laman khusus bertajuk gerakan #ReformasiDikorupsi.

Petisi-petisi tersebut merupakan respon publik terkait RUU kontroversial yang muncul dalam beberapa bulan terakhir, dan sebagian merupakan kelanjutan dari gerakan yang sudah dimulai sebelumnya. Menjelang Paripurna, 16 Juli besok, sejumlah petisi mendapatkan banyak respon dari para pendukungnya.

Tagar-tagar petisi seperti #AtasiVirusCabutOmnibus #SahkanRUUPKS #StopObralTanah dan #GagalkanOmnibusLaw ramai diperbincangkan di media sosial.

“Hampir 8 bulan sejak kita turun ke jalan September 2019 lalu. Sekarang, reformasi (masih) dikorupsi. Di tengah pandemi, para wakil rakyat di Senayan getol membahas sejumlah Rancangan Undang-Undang (RUU) kontroversial yang sarat kepentingan bisnis, walaupun sudah diprotes disana sini,” kata Asep Komarudin, Pembuat petisi #AtasivirusCabutOmnibus

“Nggak cuma buruh yang terancam. Kita semua, termasuk petani, nelayan dan masyarakat adat akan dirugikan kalau RUU ini disahkan, karena RUU ini lebih banyak mengakomodasi kepentingan kelompok pemodal besar dan mendiskriminasi hak-hak rakyat kecil,” kata Komite Nasional Pembaruan Agraria – Pembuat petisi #StopObralTanah

Gerakan ini bukan hanya memuat petisi-petisi yang menyuarakan penolakan terhadap pengesahan RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law, tetapi juga petisi mendesak pengesahan kebijakan yang dinilai sangat dibutuhkan oleh publik, seperti RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang digagas Lentera Sintas Indonesia.

Selain itu juga ada petisi yang mendesak pembatalan pembahasan RUU Pemasyarakatan karena dinilai memberi keringanan hukuman untuk para koruptor. Penggagas petisinya Korneles Materay mengatakan: “..di RUU Pemasyarakatan ini, PP No. 99 Tahun 2012 bakal dihapus dan dikembalikan ke PP Nomor 32 Tahun 1999 yang syarat pengurangan hukuman untuk napi korupsinya sangat longgar. Masa sih negara mau menyamakan napi korupsi dengan napi kasus biasa?”

Selengkapnya mengenai jumlah pendukung dan update terbaru petisi-petisi dalam gerakan #ReformasiDikorupsi dapat dilihat di https://reformasidikorupsi-change.org/

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.