Rini Soemarno: Belum Ada Keputusan Impor Beras
|
Jakarta, Villagerspost.com – Pemerintah sekali lagi menegaskan tidak akan melakukan impor beras. Hal itu disampaikan oleh Menteri BUMN Rini Soemarno hari ini, Jumat (15/5)
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menegaskan, hingga saat ini pemerintah belum mengambil keputusan untuk melakukan impor beras. Dia mengemukakan, pemerintah masih melihat kemampuan Perum Bulog untuk menyerap beras sebagai stok di gudang-gudangnya.
“Mereka melihat sampai sekarang, dengan kemampuan mereka, melihat mereka dapat menyerap,” ujar Rini seperti dikutip setkab.go.id.
Menurut Rini Soemarno, sampai hari ini posisinya Bulog mempunyai 1,2 juta ton beras. Ia menilai hal itu sudah cukup baik. “Kita harapkan per hari ini sekarang mereka sudah bisa menyerap sampai 35 ribu ton,” ujarnya.
Namun Rini menyampaikan, kalau dilihat tampaknya panen kali ini tidak seperti tahun lalu. “Kalau tahun lalu itu, serentak,” ujarnya.
Tetapi dengan perubahan cuaca sekarang, masa panen itu, menurut dia, lebih terbagi. “Memang bulan April kemarin termasuk paling besar tapi di Mei, di Juni ini ada terus,” papar Rini.
Ia juga melihat program tanam dadu (tanam antara, begitu panen bisa tanam lagi) yang menjadi program Menteri Pertanian ternyata juga bisa berjalan dengan lancar. Karena itu, Rini optimistis Bulog tahun bisa menyerap lebih banyak lagi beras dari petani sehingga pemerintah tidak perlu melakukan impor beras.
Meskipun demikian, Menteri BUMN itu mengisyaratkan kran impor beras belum tertutup. “Bapak Presiden sudah mengatakan kalau memang nantinya perlu toh dengan cepat kita bisa mengimpor,” pungkasnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengingatkan pemerintah untuk benar-benar memperhitungkan stok beras di pasaran. Jangan sampai ada kelangkaan beras, apalagi harganya sampai melonjak. Mengingat, kenaikan beras jelang bulan Ramadhan sudah seperti tradisi di Indonesia.
“Persiapan stok beras kita ini memang harus benar-benar dipikirkan dan diperhitungkan, jangan sampai nanti kekurangan dan harganya melonjak, sehingga merugikan masyarakat. Karena harga beras yang tinggi, yang kemarin sempat menembus angka Rp13.000 per kilogram, pasti membuat daya beli masyarakat berkurang dan ini menimbulkan angka kemiskinan kita semakin tinggi,” kata Fadli seperti dikutip dpr.go.id.
Politisi dari Fraksi Gerindra ini mengakui, belum ada sinkronisasi antara data stok beras dan kebutuhan beras di masyarakat. Sehingga, angka produksi dan konsumsi tidak berjalan beriringan.
“Memang yang pelik, selalu dikatakan di data bahwa produksi beras kita meningkat, dikatakan cukup artinya kita swasembada tapi kenyataannya harga beras cenderung tinggi. Mungkin kendalanya adalah data kita belum betul-betul data yang akurat, jadi antara produksi dengan konsumsi tidak sama dan tidak seiring. Ini yang membuat dilapangan itu agak berbeda gitu,” kata Fadli menganalisa.
Terkait isu rencana impor beras, Politisi asal Dapil Jawa Barat V ini menegaskan, hal ini bertentangan dengan kemauan pemerintah yang ingin mengharamkan impor beras. Padahal, imbuh Fadli, jika produksi beras dikatakan cukup, jangan sampai harus impor beras.
“Jika impor beras, ini yang rugi adalah petani. Kalau nanti ada impor beras berarti kita tidak swasembada pangan, dan itu bertentangan dengan pernyataan Pemerintah yang mengharamkan impor beras,” tegas Fadli. (*)