RPJMN 2015-2019 Terkait Nelayan Tradisional Belum Sesuai Nawacita

Perahu Nelayan Tradisional (Dok. KIARA)
Perahu Nelayan Tradisional (Dok. KIARA)

Jakarta, Villagerspost.com – Rancangan awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 mendapat apresiasi dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI). Ketua Dewan Pembina KNTI Riza Damanik mengatakan, secara redaksional RPJMN 2015-2019 telah meletakkan agenda kelautan dan kenelayanan sebagai agenda pokok lintas-sektor.

Hanya saja, kata Riza, secara substansial KNTI menilai RPJMN 2015-2019  belum sepenuhnya sejalan dengan visi-misi Nawacita Jokowi-JK. “Belum menjawab kepentingan nelayan di kampung, maupun tantangan Indonesia di tingkat nasional, regional, bahkan internasional,” kata Riza kepada Villagerspost.com, Senin (29/12).

Kelemahan itu diantaranya, pertama, arah kebijakan ekonomi perikanan melalui pemberian insentif modal usaha hingga lebih dari 10% masih bertumpu pada peningkatan produksi (eksploitasi) ketimbang memperkuat hilirisasi (nilai tambah) produk perikanan. Kedua, arah kebijakan pertahanan keamanan laut melalui transformasi Bakorkamla menjadi Bakamla (Bada Kemanan Laut) belum mengotimalkan partisipasi masyarakat (nelayan) sehingga belum efektif dan efisien.

Selain itu, kata Riza, strategi kebijakan energi untuk sektor perikanan melalui konversi penggunaan BBM ke gas belum menjawab tantangan efektivitas dan efisiensi penggunaan energi di sektor perikanan. “Khususnya, upaya menekan ongkos produksi nelayan melaut,” ujarnya.

Keempat, arah kebijakan penataan ruang laut melalui percepatan dan implementasi Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3K) masih rentan konflik karena belum berbasis perlindungan dan pemenuhan hak-hak masyarakat nelayan tradisional.

Kelima, arah kebijakan konservasi ekosistem pesisir dan laut, dinilai Riza, masih berfokus pada kuantitas (luasan) dan pembiayaan. “Pada sisi lain belum mengoptimalkan partisipasi dan pengetahuan masyarakat lokal,” ujarnya.

Keenam, strategi peningkatan daya saing sektor perikanan Indonesia di pasar internasional melalui peningkatan ekspor ikan dari US$5,86 miliar (2015) menjadi US$ 9,54 miliar (2019) berpeluang mengganggu pemenuhan konsumsi domestik dan kelestarian ikan.

Atas dasar itulah, KNTI mengusulkan substansi RPJMN 2015-2019. Penguatan itu diantaranya, pertama, mensyaratkan sebanyak 50% dari insentif permodalan di sektor perikanan untuk kegiatan pasca produksi dan perempuan nelayan.

Kedua, mensyaratkan hingga 2019 sebanyak 50% dari produksi ikan nasional diolah di dalam negeri. Ketiga, optimalisasi peran masyarakat nelayan dan kegiatan pengawasan sumberdaya perikanan melalui Penyusunan dan Pengesahan RPP terkait keikutsertaan masyarakat dalam membantu pengawasan perikanan sesuai Pasal 70 UU Perikanan 31/2004 dan 45/2009.

Keempat, memperkuat jaminan hukum terhadap perlindungan nelayan melalui Penyusunan dan Pengesahan RPP Pemberdayaan Nelayan dan pembudidaya ikan skala kecil sesuai Pasal 61-64 UU Perikanan 31/2004 dan 45/2009. Kelima, mengeluarkan kebijakan moratorium izin dan peremajaan kapal ikan di bawah 30 GT untuk optimalisi pengelolaan perikanan di bawah 12 mil laut.

Keenam, memberikan insentif penambahan kapal di atas 50 GT untuk optimalisasi pengelolaan perikanan di ZEEI, atau perairan 12 mil laut hingga 200 mil laut. Ketujuh, penyediaan layanan sms gateway untuk menyampaikan informasi terkait cuaca dan lokasi penangkapan ikan potensial bagi seluruh pemegang kartu nelayan.

Kedelapan, mentransformasi 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) yang sudah ada menjadi Otoritas Pengelola Perikanan untuk menyeimbangkan kepentingan pemanfaatan dan pelestarian sumber daya ikan. “Kesembilan, merevitalisasi kekayaan kearifan tradisional masyarakat yang relevan dalam pengelolaan kawasan konservasi laut,” kata Riza.

Terakhir, KNTI merekomendasikan agar pemerintah merevisi UU Perikanan, khususnya Pasal 1 Ayat (10), (11), (12), dan (13) untuk memperkuat pengakuan dan dukungan kepada perempuan nelayan, serta memperbesar kapasitas nelayan dan pembudidaya ikan kecil dalam pengelolaan hulu  hilir perikanan.

KNTI, kata Riza, optimis apabila perbaikan ini dilakukan secara benar dan konsekuen maka 5 tahun Pemerintahan Jokowi-JK akan berkemampuan mengurangi sedikitnya 80% dari praktik pencurian ikan. Selain itu pemerintah akan berhasil meningkatkan pendapatan nelayan minimum 2 kali lipat.

KNTI juga optimis jika rekomendasi dilaksanakan, pemerintah akan mampu menggerakkan 100% atau sekitar 3,6 juta ton kapasitas terpasang industri perikanan dalam negeri, meningkatkan pendapatan ekspor perikanan hingga US$10 miliar. “Bahkan menciptakan sedikitnya 6 juta lapangan pekerjaan baru dibidang maritim,” ujarnya. (*)

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.