Sahkan Raperda Reklamasi, DPRD DKI Khianati Nelayan
|
Jakarta, Villagerspost.com – Warga pesisir, khususnya para nelayan dari kawasan pantai utara Jakarta menilai pengesahan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan Rencana Tata Ruang Pantai Utara Jakarta (RTR Pantura Jakarta) merupakan pengkhianatan terhadap mandat rakyat Teluk Jakarta. Ketua DPW Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Jakarta M. Taher mengatakan, kedua Raperda tersebut akan menjadi pemulus proyek busuk reklamasi yang mengorbankan nelayan, khususnya perempuan, dan ekosistem pesisir.
“Ambisi DPRD dan Pemprov DKI Jakarta untuk meraup untung dari pengusaha pada proyek reklamasi telah menjadikan mereka menutup mata terhadap fakta-fakta dampak negatif reklamasi yang diperlihatkan para ahli selama ini. Pun mereka juga menutup telinganya dari penolakan yang disuarakan oleh rakyat Teluk Jakarta,” kata Taher dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Jumat (26/2).
(Baca Juga: KKP Diminta Bersaksi Soal Dampak Buruk Reklamasi)
Taher menilai, klaim DPRD bahwa proses pembahasan raperda terbuka dan dapat diikuti siapa saja hanya basa-basi dan tidak ada artinya. Masyarakat juga tidak bisa mengkritisi secara rinci karena DPRD sendiri telah ingkar janji untuk membuka akses teks raperda tersebut.
“Tidak ada ruang masyarakat untuk menyatakan keberatan atas proyek reklamasi, yang ada justru nelayan dipaksa untuk alih profesi menjadi miskin dan melayani si berpunya. Terlebih munculnya rencana ‘relokasi’ yang menggusur warga dari ruang kehidupan dan penghidupannya,” tegas Taher.
Sementara itu menurut anggota Forum Kerukunan Nelayan Muara Angke M. Ramli, Raperda RZWP3K tidak mengakui fakta adanya nelayan tradisional skala kecil yang terampas hilang karena proyek reklamasi. Dan perempuan di pesisir akan mengalami dampak yang lebih besar dan mendalam akibat peran gendernya.
“Saat ini banyak dari mereka yang harus bekerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Situasi ini merupakan pelanggaran dan diskriminasi warga nelayan dan perempuan nelayan dalam pembangunan,” ujarnya.
Begitu pula dalam Raperda RTR Kawasan Pantura Jakarta yang melanggar UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil. Seharusnya dasar aturannya adalah UU Pesisir tetapi hal ini diabaikan sehingga terjadi bias darat yang mengkhianati negara kelautan dengan ciri kepulauan dan khususnya visi poros maritim Pemerintah Jokowi-JK.
Ketua DPP KNTI Marthin Hadiwinata mengatakan, pihak Pemprov mengklaim Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) telah ada. Padahal dokumen tersebut dibuat formalistik tanpa partisipasi sepenuhnya warga.
“Terlebih, KLHS tersebut belum mendapatkan verifikasi dari yang berwenang yaitu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk dinilai apakah tidak melebihi daya dukung dan daya tampung (carrying capacity) dari ekosistem Teluk Jakarta,” pungkasnya.
Ikuti informasi terkait reklamasi >> di sini <<