Saksi Ahli Sebut Ahok tak Berwenang Beri Izin Reklamasi
|
Jakarta, Villagerspost.com – Kasus gugatan para nelayan Teluk Jakarta dan aktivis lingkungan atas pemberian izin reklamasi pulau G oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kembali berlanjut. Dalam persidangan Jumat (4/3), para penggugat menghadirkan dua saksi ahli untuk memperkuat argumen bahwa telah terjadi pelanggaran hukum atas terbitnya izin pelaksanaan reklamasi pulau G.
Saksi ahli pertama yang dihadirkan para nelayan dan aktivis lingkungan adalah Direktur Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Subandono Diposaptono. Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Subandono menjelaskan pelanggaran prosedur dan kewenang dalam terbitnya izin pelaksanaan reklamasi. “Ada tiga hal utama yang dilanggar terkait prosedur dan kewenangan izin reklamasi,” ujarnya.
Pertama, pemanfaatan ruang laut melalui reklamasi harus didahului dengan Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) supaya tidak terjadi konflik dalam penggunaan ruang laut. Berdasarkan Pasal 17 UU No. 1 Tahun 2014, izin reklamasi tidak dapat dikeluarkan dengan hanya didasarkan Rencana Tata Ruang dan Wilyah (RTRW), tetapi harus didasarkan RZWP3K. “Hingga saat ini Provinsi DKI Jakarta belum memiliki Peraturan Daerah RZWP3K sehingga Izin Reklamasi tidak dapat diterbitkan,” kata Subandono.
(Baca Juga: Sahkan Raperda Reklamasi, DPRD DKI Khianati Nelayan)
Kedua, kewenangan izin pada kawasan strategis nasional merupakan kewenangan menteri mengacu kepada UU 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (WP3K) dan Perpres 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Ketiga, Keppres 52 Tahun 1995 telah dicabut dengan adanya PP 54 tahun 2008 sehingga tidak ada kewenangan yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi.
Subandono juga menjelaskan, izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi yang diterbitkan Gubernur Ahok kepada pengembang Pulau G cacat hukum karena izin reklamasi tidak didasari RZWP3K. “Gubernur tidak berwenang mengeluarkan izin reklamasi di kawasan strategis nasional, dan Keppres 52 Tahun 1995 tidak berlaku karena berkaitan dengan tata ruang,” tegasnya.
Sementara itu saksi ahli kedua, ahli oseanografi Alan Koropitan dalam keterangannya dihadapan majelis hakim menjelaskan mengenai dampak buruk dari pelaksanaan proyek reklamasi.
Alan Koropitan memberikan presentasi singkat di depan majelis hakim yang menjelaskan keberadaan reklamasi Jakarta akan membuat sedimentasi yang terjadi di Teluk Jakarta menjadi meningkat hingga 50cm pertahunnya. “Konsekuensinya, Jakarta akan terendam banjir ketika 13 aliran sungai yang mengalir ke Teluk Jakarta terhambat oleh pulau reklamasi,” jelas Alan.
Dampak buruk lain yang disebutkan Alan, logam berat yang ada di Teluk Jakarta sejak adanya pembangunan masif dari tahun 1970 akan mengumpul di Teluk Jakarta karena kemapuan arus laut untuk mencuci secara alamiah akan jauh memburuk setelah adanya proyek reklamasi. “Akibatnya, Teluk Jakarta akan menjadi comberan berisikan limbah mengandung logam berat,” ujarnya.
Alan menambahkan, beberapa negara seperti Korea Selatan dan Jepang menyesal melakukan reklamasi karena ternyata mengakibatkan dampak buruk bagi lingkungan hidup. Di akhir kesaksiannya, Alan menyebutkan solusi revitalisasi lingkungan Teluk Jakarta yang sudah sangat tercemar bukan reklamasi, melainkan restorasi dari hulu sungai sampai hilirnya.
“Revitalisasi tidak hanya bisa dilakukan parsial hanya di bagian hilirnya saja, apalagi dilakukan dengan reklamasi yang malah akan memperparah kondisi lingkungan hidup di Teluk Jakarta,” pungkas Alan.
Sidang tersebut dihadiri oleh ratusan nelayan yang menolak reklamasi. Namun suasana sempat panas dengan kehadiran warga Muara Angke yang menjadi korban rekayasa untuk mendukung reklamasi. Warga Muara Angke yang hadir mengaku kecewa karena mereka merasa dijebak untuk hadir ke sidang PTUN Jakarta. Melihat situasi yang tidak kondusif, majelis hakim kemudian menunda sidang hingga dua minggu ke depan. “Sidang akan dimulai kembali 17 Maret 2016,” putus majelis hakim. (*)
Ikuti informasi terkait reklamasi teluk Jakarta >> di sini <<