Sebabkan Pencemaran Sungai Cikijing, Tiga SK Bupati Sumedang Digugat

Aksi Greenpeace menentang pencemaran sungai di Jawa Barat oleh pabrik tekstil dalam kampanye Detox (dok. greenpeace)
Aksi Greenpeace menentang pencemaran sungai di Jawa Barat oleh pabrik tekstil dalam kampanye Detox (dok. greenpeace)

Jakarta, Villagerspost.com – Keputusan Bupati Sumedang yang mengizinkan pembuangan limbah cair ke Sungai Cikijing kepada PT Kahatex menuai gugatan dari Paguyuban Warga Peduli Lingkungan (Pawapeling) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung yang tergabung dalam Koalisi Melawan Limbah. Hari Senin (21/12) kemarin, pihak koalisi melayangkan gugatan kepada Bupati Sumedang terkait terbitnya surat keputusan bernomor 660.31/Kep.509-IPLC/2014 itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung.

SK tersebut diterbitkan pada tanggal 7 Juli 2014 lalu di masa kepemimpinan Bupati Ade Irawan. Ade sendiri saat ini berstatus bupati nonaktif setelah dia divonis dua tahun penjara dan denda Rp50 juta oleh hakim Pengadilan Negeri Bandung karena terbukti bersalah dalam kasus dugaan korupsi perjalanan dinas DPRD Kota Cimahi periode 2010-2011.

Selain menggugat surat izin pembuangan limbah kepada Kahatex, warga juga menggugat dua SK Bupati lainnya yang dikeluarkan Ade. Kedua SK itu adalah SK Nomor 660.31/Kep.784-IPLC/2014 tentang Izin Pembuangan Limbah Cair ke Sungai Cikijing kepada PT Five Star Texile Indonesia dan SK Nomor 660.31/Kep.198-IPLC/2013 tentang Izin Pembuangan Limbah Cair Ke Sungai Cikijing kepada PT Insan Sandang Internusa. SK untuk Five Star dikeluarkan tanggal 30 Januari 2014.

Ketua Pawapeling Bandung Raya Adi M. Yadi mengatakan gugatan atas penerbitan SK Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) dilakukan sebagai bentuk public complaint terhadap produk kebijakan yang tidak memperhatikan kepentingan umum dan kelestarian lingkungan hidup sungai Cikijing. Kebijakan itu, kata Adi, telah menyebabkan menurunnya kualitas air sungai dan kerusakan ekosistem sungai.

“Terbitnya IPLC tersebut, merampas hak konstitusional warga dan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Untuk itu kami mendesak Pemda Sumedang melalui pengadilan TUN untuk membatalkan dan mencabut IPLC ketiga perusahaan tersebut,” kata Adi dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Selasa (22/12).

Dalam salah satu poin gugatannya, warga menilai, dalam menerbitkan IPLC tersebut Pemerintah Kabupaten Sumedang tidak memperhatikan asas umum pemerintahan yang baik dan bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan. Akibatnya ekosistem Sungai Cikijing dan Lahan Pertanian di Desa Linggar, Jelegong, Sukamulya dan Bojong Loa Kecamatan Rancaekek Kabupaten Bandung rusak parah.

Luas sebaran pencemaran mencapai lebih dari 1000 hektare yang terbagi ke dalam 3 kelas kedalaman tanah pertanian, yaitu <30 cm, 30-60 cm, dan >60 cm. Tanaman padi menjadi tidak subur dan produktivitas pertanian menurun yang menyebabkan kerugian mencapai ratusan miliar dalam kurun waktu 2009-2013.

“IPLC ini digugat karena Bupati dalam menerbitkannya, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” kata kuasa hukum Koalisi dari Lembaga Bantuan Hukum Bandung Dhanur Santiko.

UU yang dilanggar pihak Pemda, kata Dhanur, adalah UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kemudian, Pemkab Sumedang juga dinilai melanggar PP No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air dan Permen LH No 01 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air.

“Pemerintah Kabupaten Sumedang juga telah melanggar atau tidak memperhatikan asas umum pemerintahan yang baik dan IPLC tersebut tidak sah dan harus dibatalkan,” kata Dhanur menambahkan.

Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif WALHI Jawa Barat Dadan Ramdan pencemaran sungai Cikijing dan sawah warga di Rancaekek adalah bentuk kelalaian dan pembiaran selama lebih dari 20 tahun oleh Pemerintah Sumedang dan Provinsi Jawa Barat.

“Pemerintah harus bertanggung jawab, selain tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh ketiga perusahaan yang mencemari sungai dan sawah tersebut. Untuk menghentikan pencemaran di sungai Cikijing maka IPLC-nya harus dibatalkan dan dicabut,” tegas Dadan.

Melalui gugatan yang dilayangkan, Koalisi mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terhadap para pencemar sungai Cikijing yang merupakan sumber air bagi lahan produktif pertanian di Rancaekek. Kerugian ekonomi sudah dirasakan oleh masyarakat sejak begitu lama. Tidak hanya sumber air mereka yang terancam, namun juga sumber mata pencaharian mereka.

Pencemaran limbah berbahaya beracun industri secara terang-terangan terus terjadi tidak hanya di Rancaekek, tapi juga diberbagai tempat, khususnya di daerah aliran Sungai Citarum. Kasus semacam initerjadi karena absennya tindakan hukum yang tegas terhadap para pencemar.

“Bila ini terus dibiarkan, maka tidak hanya kerugian ekonomi yang sangat besar akan kita alami, namun juga masa depan generasi mendatang yang teracuni oleh bahan berbahaya beracun industri,” kata Juru Kampanye Detox Greenpeace Ahmad Ashov Birry.

Karena itu, kata dia, sebagai bagian dari Koalisi Melawan Limbah, Greenpeace mendukung penuh gugatan hukum yang dilakukan untuk mendorong terciptanya penegakan hukum yang tegas terhadap pencemar, tidak hanya di Rancaekek, namun juga ditempat-tempat lain di Indonesia. “Ini sebagai salah satu langkah awal menuju Nol Pembuangan Bahan Kimia Berbahaya Beracun industri dan masa depan yang bebas toksik,” pungkas Ashov. (*)

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.