Selamatkan Panen Petani, Sinkronisasi Data Beras Mendesak Dilakukan
|
Jakarta, Villagerspost.com – Masuknya beras impor hingga mencapai 1 juta ton dikhawatirkan akan menghancurkan harga beras di tingkat petani. Karena itu, untuk menyelamatkan beras petani, anggota Komisi IV DPR Hermanto menilai sinkronisasi data yang akurat antara Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan pihak terkait lain sangat mendesak untuk dilakukan.
Sinkronisasi data beras, kata Hermanto, sangat diperlukan untuk memetakan kawasan yang sudah siap panen guna menekan impor beras. Pasalnya, impor yang akan dilakukan pemerintah dinilai tidak berpihak kepada petani.
“Pemerintah harus menyelamatkan beras, khususnya yang siap dipanen oleh petani. Kasihan petani, jika nanti saat panen beras mereka tidak ada yang beli. Oleh karena itu, Kemendag dan Kementan harus betul-betul mendalami dan mensinkronisasikan data,” jelas Hermanto, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Kamis (31/5).
Seperti diketahui, sebelumnya, pemerintah melalui Kemendag kembali menerbitkan izin impor beras sebanyak 500 ribu ton yang bertujuan untuk stabilisasi harga dan memperkuat stok, setelah melakukan impor tahap pertama juga sebesar 500 ribu ton. Izin impor itu berlaku hingga Juli 2018. Tambahan importasi beras didatangkan dari Vietnam dan Thailand, yang diputuskan dalam Rapat Koordinasi di Kantor Menteri Koordinator Perekonomian.
Hermanto mengatakan, persoalan data merupakan persoalan klasik dan menurutnya DPR sudah sering mengimbau kepada kementerian terkait untuk melakukan koordinasi. “Menyangkut persoalan data, terkadang data yang dimiliki oleh Mentan dan Mendag selalu berbeda. Jika Mentan memperoleh data berdasarkan data faktual yang ada di sawah, sedangkan Mendag memperoleh data dari hasil stok fisik yang ada di gudang,” ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Dia berpandangan, jika di gudang selalu terjadi pengurangan, hal tersebut menurutnya terjadi akibat adanya siklus keluar masuk beras, sehingga seolah-olah terlihat stok beras berkurang. “Padahal di lahan pertanian kita itu banyak sekali kawasan-kawasan yang saat ini sedang siap panen,” ujarnya.
Lebih lanjut, anggota DPR dari daerah pemilihan Sumatera Barat (Sumbar) itu menambahkan, rapat Komisi IV DPR dengan Bulog beberapa hari lalu menyepakati untuk tidak melakukan impor beras, mengingat petani di beberapa daerah tertentu sudah siap panen menjelang Lebaran. DPR juga meminta agar Bulog mau menyerap beras petani tersebut.
“Karena ada keraguan dari petani, beras yang sudah dipanen ada yang mau menyerap atau tidak. Karena ini ada kaitannya dengan menghadapi Lebaran, tentunya petani ingin menghadapinya dengan suasana yang nyaman, sehingga kebutuhan selain beras bisa terpenuhi melalui tukar beras dengan barang-barang lainnya,” imbuhnya.
Senada dengan Hermanto, Anggota Komisi IV DPR RI Muchtar Lutfi A. Mutty memahami prinsip pemerintah yang tidak menginginkan berkurangnya cadangan beras sehingga memicu terjadinya kenaikan harga beras. Hanya saja, kata dia, dalam waktu dekat akan ada panen.
“Mungkin hal ini juga perlu menjadi perhatian pemerintah. Jangan sampai hal ini membuat petani tidak bisa menikmati hasil jerih payahnya,” kata Muchtar.
Politikus dari Partai Nasional Demokrat (NasDem) itu menilai, persoalan perbedaan data merupakan salah satu persoalan besar yang ada di bangsa ini. Terlalu banyaknya institusi yang menyediakan data sehingga Presiden sudah memutuskan hanya ada satu pintu data, yakni yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
“Mudah-mudahan dengan adanya kebijakan satu pintu ini, maka ke depannya nanti seluruh kebijakan akan mengacu kepada kebijakan tersebut,” harap politisi dapil Sulawesi Selatan itu.
Sidak ke Pasar
Pada kesempatan terpisah, Ketua Komisi VI DPR RI Teguh Juwarno mendesak agar pemerintah terus melakukan sidak ke beberapa sentra pangan dan pasar untuk memantau ketersediaan pangan selama Ramadhan dan jelang Hari Raya Idul Fitri tahun ini. “Sidak penting dilakukan agar tak ada spekulasi harga yang berkembang di pasaran dan menyulitkan para konsumen,” kata Teguh, di Jakarta, Kamis (31/5).
“Komisi VI meminta pemerintah khususnya kepada Satgas Pangan, selama Ramadhan dan jelang lebaran terus melakukan sidak dan pengawasan sekaligus memonitor di sentra-sentra pangan dan pasar induk tentang ketersediaan pangan ini, agar harga tidak dispekulasikan,” tambahnya.
Komisi VI, sambung Teguh, juga ikut memantau ketersediaan pangan tersebut. Biasanya jelang lebaran, komoditas pangan yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat terus melonjak harganya karena tingginya permintaan. Bila harga terlalu tinggi, tentu akan timbulkan kepanikan di tegah masyarakat.
Komisi VI, kata politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu, sudah turun memantau ketersediaan pangan ini ke Makasar, Medan, dan Banten. “Sejauh ini, kita lihat kesiapan pemerintah untuk lebaran tahun ini cukup baik. Kita harapkan tidak terjadi spekulasi harga,” ujarnya.
Sementara ketika ditanya tentang pentingnya operasi pasar, ia menjawab, operasi pasar diperlukan untuk menjaga stabilitas pangan terutama di daerah-daerah yang bukan sentra produksi kebutuhan pokok. Operasi pasar ini, katanya, sangat membantu kelompok masyarakat kelas bawah untuk mendapatkan harga kebutuhan pokok yang murah.
Seperti diketahui, saat ini masyarakat kelas bawah sedang menghadapi problem perekonomian yang cukup berat. “Ada perlambatan perekonoian di akar rumput,” pungkas Teguh.
Editor: M. Agung Riyadi