Seluruh Siklus Plastik Mengancam Kesehatan Manusia

Kepala Greenpeace Indonesia Leonard Simanjuntak menunjukkan sampah plastik yang berhasil dikumpulkannya (dok. greenpeace)

Jakarta, Villagerspost.com – Sebuah laporan terbaru dari Center for International Environmental Law (CIEL) yang berjudul “Plastic&Health: The Hidden Costs of a Plastic Planet” menelaah bagaimana setiap tahapan rantai pasok dan siklus hidup plastik berdampak terhadap kesehatan manusia. Laporan itu menyimpulkan, perlu ada tindakan segera untuk mengadopsi pendekatan kehati-hatian untuk melindungi manusia dari krisis polusi plastik.

Terhadap laporan CIEL ini, Pemimpin Kampanye Plastik Global Greenpeace Graham Forbes mengatakan, dampak krisis polusi plastik terhadap kesehatan manusia telah diabaikan terlalu lama, dan harus menjadi pertimbangan utama dari semua keputusan tentang plastik ke depannya. “Perusahaan dan pemerintah telah mempertaruhkan kesehatan kita untuk mempertahankan status quo dan menjaga agar laba tetap mengalir,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Rabu (20/2).

Forbes menegaskan, bukan hanya lautan dan hewan laut yang menderita karena kecanduan plastik ini, namun kesehatan manusia juga terdampak. “Meskipun masih banyak yang harus dipelajari tentang semua dampak plastik terhadap kesehatan manusia, kami cukup tahu untuk mengadopsi prinsip kehati-hatian dan mulai mengurangi plastik sekali pakai ini untuk selamanya,” ujarnya.

Ada sejumlah temuan kunci dalam laporan ini. Pertama, plastik menimbulkan risiko yang berbeda terhadap kesehatan manusia di setiap tahapan siklus hidupnya, dari bahan kimia berbahaya yang dilepaskan selama ekstraksi dan pembuatan bahan baku, paparan zat kimia tambahan selama penggunaan, dan polusi terhadap lingkungan dan makanan kita dalam bentuk limbah.

Kedua, partikel-partikel mikroplastik, seperti fragmen dan serat, dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui kontak langsung, tertelan, atau terhirup, dan dapat berkontribusi pada berbagai dampak kesehatan karena ukurannya yang sangat kecil dan kemampuan untuk menembus jaringan dan sel, dan sebagai konsekuensi dari beban kompleks bahan kimia yang dapat mereka bawa.

Ketiga, ketidakpastian dan kesenjangan pengetahuan, termasuk kurangnya transparansi yang ekstrem, menganggap remeh penilaian lengkap dampak kesehatan, dan mencegah konsumen, masyarakat, dan regulator membuat keputusan berdasarkan informasi yang lengkap.

Forbes mengatakan, kenyamanan plastik yang murah sama sekali tidak sebanding dengan banyaknya risiko yang ditimbulkan. “Plastik merusak atau membunuh hewan di seluruh dunia, berkontribusi terhadap perubahan iklim dan membuat kita bergantung pada bahan bakar fosil, mencemari udara, air, dan persediaan makanan kita, dan sangat membahayakan kesehatan manusia di sepanjang siklus hidupnya,” ujarnya.

Jawabannya adalah perusahaan harus segera mengurangi produksi plastik sekali pakai dan mulai bergerak menuju sistem isi ulang dan penggunaan kembali. “Sudah waktunya untuk menolak konsumsi berlebih dan korporasi yang terus menjual plastik sekali pakai kepada kami,” kata Forbes.

Sementara itu, Jurukampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi menuturkan, selama ini, kita mengetahui bahwa plastik telah menjadi masalah yang serius karena mencemari lingkungan hingga menjadi ancaman nyata bagi satwa yang ada di darat dan lautan. Namun laporan terbaru dari CIEL ini menegaskan bahwa akibat yang ditimbulkan oleh plastik jauh lebih luas lagi.

“Plastik dengan berbagai komponen kimia yang terkandung di dalamnya ternyata juga merupakan ancaman serius terhadap kesehatan manusia, mulai dari proses pembuatan hingga statusnya sebagai sampah. Pemerintah dan perusahaan harus segera bertindak mengurangi suplai plastik sekali pakai dengan mengaplikasikan ekonomi sirkuler lewat konsep penggunaan kembali (reuse),” paparnya.

Atha menegaskan, gerakan sejumlah pemerintah daerah untuk melarang penggunaan kantong plastik harus konsisten dan dilakukan menyeluruh di seluruh wilayah Indonesia. Perusahaan pun harus berinovasi dengan meninggalkan kemasan plastik sekali pakai. Dan pembangunan insinerator bukanlah tindakan yang tepat.

“Pasalnya, sampah plastik yang dibakar akan melepaskan bahan kimia berbahaya ke udara. Oleh sebab itu, solusi utama dari polusi plastik adalah mengurangi suplai plastik sekali pakai,” pungkasnya.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.