Survei ke Vietnam, Kementan Bantah Beras Indonesia Mahal

Stok beras di gudang Bulog. Kementan bantah beras Indonesia lebih mahal dari negara lain (dok. bulog.go.id)
Stok beras di gudang Bulog. Kementan bantah beras Indonesia lebih mahal dari negara lain (dok. bulog.go.id)

Jakarta, Villagerspost.com – Kementerian Pertanian (Kementan) membantah harga beras di Indonesia adalah termahal di dunia akibat biaya produksi belum efisien termasuk pemanfaatan subsidi pupuk dan benih. Bantahan itu disampaikan Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) Kementan Suwandi setelah melakukan survei ke Vietnam.

Suwandi mengatakan, fakta lapangan mengungkapkan, bahwa harga beras di negara lain tidak jauh berbeda dengan di Indonesia. Dia menegaskan, hasil penelusuran ke pasar tradisional Cho Tanh Dinh, di Kota Ho Chi Minh, Vietnam pada tanggal 13 Desember 2015 menunjukkan harga beras di sana berkisar antara 18.000-24.000 Dong Vietnam tergantung jenis dan kualitasnya.

Harga beras di negara tersebut di tingkat konsumen, harga terendah adalah setara Rp6.097 per kg dan harga tertingginya mencapai Rp18.292 per kg, dengan rata-rata harga beras Vietnam adalah Rp12.195 per kg.

“Harga tertinggi sampai dengan 23 Februari 2016 di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) dan di beberapa pasar adalah Rp13.500 per kg. Dengan demikian harga rata-rata beras di Indonesia adalah Rp10.400 per kg,” kata Suwandi, seperti dikutip pertanian.go.id, Kamis (25/2).

(Baca Juga: Penetapan HPP Gabah-Beras Cederai Petani)

Hal yang sama juga terjadi pada beras Thailang. Suwandi mengungkapkan, untuk harga beras di Thailand terendah adalah setara Rp10.585 per kg dengan harga tertinggi adalah Rp10.837 per kg, dengan rata-rata harga beras di Thailand adalah sebesar Rp10.711 per kg.

Sedangkan harga beras di India terendah adalah Rp11.056 per kg dengan harga tertinggi adalah Rp11.125 per kg, dengan rata-rata beras di India adalah sebesar Rp11.091 per kg.

“Dari harga tersebut dapat terlihat bahwa harga beras di Indonesia adalah masih lebih murah dibandingkan harga beras di tiga negara yakni Thailand, Vietnam, dan India,” tegasnya.

Suwandi menilai, harga beras konsumen di Indonesia yang dikatakan ‘tinggi’ bukan karena aspek produksi, tetapi akibat dari berbagai aspek. Diantaranya kondisi sistem distribusi belum efisien, sistem logistik belum tertata, panjangnya rantai pasok tata niaga 7-10 langkah, asimetri informasi pasar, kondisi struktur dan perilaku pasar belum bersaing sempurna dan lainnya.

“Akibat dari kondisi tata niaga beras ini adalah fakta terjadi disparitas harga antara di petani dan konsumen terlalu tinggi, terjadi anomali harga berfluktuasi dan cenderung naik, petani sebagai price taker dan pedagang sebagai price maker, profit marjin yang dinikmati petani terlalu kecil dan profit marjin pedagang terlalu besar, harga berfluktuasi dan cenderung naik, dan konsumen membeli dengan harga mahal,” pungkasnya. (*)

Ikuti informasi terkait harga beras >> di sini <<

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.