Susi Dituntut Fokus Dongkrak Produktivitas Perikanan Nasional
|
Jakarta, Villagerspost.com – Anggota Komisi VI DPR RI Bambang Haryo Soekartono meminta agar Susi fokus meningkatkan produktivitas industri perikanan nasional. Menurut Bambang, KKP sebagai penanggung jawab utama sektor perikanan dari hulu sampai ke hilir, saat ini justru malah banyak mengurusi kapal asing.
Bambang menegaskan agar persoalan pertahanan militer laut, seperti penangkapan kapal-kapal asing yang menyusup untuk menangkap ikan tanpa izin, cukup diserahkan pada TNI AL. Selain itu dia juga meminta Susi agar mendidik para nelayan agar memiliki kemampuan yang profesional dalam penangkapan ikan.
“Pencurian ikan dan penangkapan kapal asing itu serahkan saja kepada TNI. KKP fokus kepada produktivitas, bagaimana menjaga ekosistem, agar produksi ikan melimpah. Terus bagaimana cara mendidik nelayan profesional,” tegas Bambang, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Kamis (18/1).
Politisi dari Fraksi Partai Gerindra ini juga menyarankan agar KKP membangunan kawasan perikanan terintegrasi di pelabuhan. “Terus membangun sentra-sentra nelayan, termasuk pelabuhan-pelabuhan ikannya yang dilengkapi dengan infrastruktur yang mendukung aktivitas nelayan,” ujar Bambang.
Saat ini juga terdapat banyak kapal-kapal yang mangkrak tidak dipakai untuk mencari ikan, padahal kapal tersebut bisa dimanfaatkan oleh para ABK di Perikanan Nusantara (Persero). “Jadi kapal-kapal yang disita Bu Susi itu dari pada nganggur mangkrak lebih baik dipakai Perinus, untuk menangkap ikan,” usulnya.
Bambang juga mengungkapkan, saat ini banyak persoalan di sektor perikanan yang butuh banyak perhatian, seperti peningkatan produksi perikanan tangkap, pengembangan budidaya perikanan, perbaikan logistik dan meningkatkan kesejahteraan nelayan serta pembudidaya ikan. Tugas-tugas tersebut yang luput dari perhatian Susi.
Terkait penenggelaman kapal ikan asing pencuri ikan menurut Bambang, itu adalah pelanggaran terhadap aturan perundang-undangan. Menurutnya, jika ingin menjaga laut nasional dari pencurian ikan bisa dilakukan dengan cara lain yang tidak merusak. Maka sangat beralasan bagi Presiden Joko Widodo untuk mengganti jabatan Menteri Kelautan dan Perikanan.
“Sebelum terlalu jauh, pelanggaran Undang-Undang ini, maka presiden mempunyai kewajiban untuk mengganti Susi. Toh kinerjanya Susi juga sangat buruk,” ungkap Bambang.
Dia menjelaskan, Undang-Undang yang dilanggar Susi adalah UU Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Dia mengatakan dalam Undang-Undang itu diatur bahwa bila kapal ditenggelamkan di pesisir laut wajib untuk diangkat, karena bangkai kapal bisa mencemari dan merusak ekosistem laut.
“Ada Undang-Undang Pelayaran nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, dan aturan IMO (International Maritime Organization) yang sudah diratifikasi oleh Indonesia,” ujar Bambang.
Dia juga memperkuat argumennya dengan mengungkapkan, bahwa di Pasal 229 Undang-Undang Pelayaran, menyatakan bahwa pembuangan limbah, atau sampah kimia beracun di perairan laut wajib dikenakan sangsi penjara dua tahun.
“Menteri Susi ini juga melanggar Undang-Undang Lingkungan Hidup, Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup nomor 32 tahun 2009 tentang Pencemaran di pasal 99,” papar Bambang.
Tak hanya itu, anggota dewan dari Dapil Jawa Timur I ini juga menambahkan pelanggaran Susi pada Undang-Undang yang telah mengacu pada Konvensi Hukum Laut Internasional, yakni Undang-Undang No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan atas UNCLOS 1982.
“Dia juga melanggar peraturan UNCLOS yang berhubungan dengan pencemaran lingkungan, UNCLOS itu aturan PBB. Dilarang membuang sampah atau bahan an organik pada jarak kurang dari 16 mil,” jelas Bambang.
Tak hanya itu, Bambang juga mengkritik kinerja Susi yang hanya selalu membuat sensasi tapi tidak mampu menaikkan produktivitas perikanan nasional. “Produktivitas perikanan kita menurun tajam, lebih dari 50 persen. PNBP dari 700 miliar sekarang itu turun jadi 30 miliar. Padalah PNBP adalah pencerminan produktivitas ikan kita,” keluhnya.
Lebih lanjut, Bambang mengungkapkan, kinerja pengelolaan anggaran KKP yang dinilai BPK mendapat disklaimer dua kali berturut-turut. “Jadi kinerja keuangannya tidak bisa diterima oleh BPK, ini bukti KKP di bawah kepemimpinan Susi acak-acakan,” tandasnya. (*)