Susi Pudjiastuti: Reklamasi Hanya Untuk Kepentingan Publik

Aksi tolak reklamasi Teluk Benoa, Bali oleh elemen masyarakat sipil (dok. forbali.org)
Aksi tolak reklamasi Teluk Benoa, Bali oleh elemen masyarakat sipil (dok. forbali.org)

Jakarta, Villagerspost.com – Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membuat pernyataan tegas terkait masalah reklamasi pantai. Susi menegaskan, dia hanya akan mengizinkan reklamasi jika hal itu dilakukan untuk kepentingan publik. Misalnya, reklamasi dilakukan untuk mendorong sektor pelayanan masyarakat seperti pembangunan bandar udara, pelabuhan, infrastruktur gas dan pembangunan pembangkit listrik.

Susi dengan tegas menyatakan, mengharamkan pembangunan reklamasi pantai untuk kegiatan komersial, seperti pusat perbelanjaan, hotel maupun apartemen. “Reklamasi hanya untuk airport, pelabuhan, gas dan listrik,” tegasnya saat menggelar pertemuan dengan jajaran pengurus Wahana Lingkungan Hidup (WALHI), di Ruang Rapat Menteri, Kantor KKP, Jakarta, Jumat (27/11).

Susi sangat menyayangkan, pernyataan dia mengenai ruang kepentingan publik, kerap disalahartikan. “Kepentingan publik bagi saya, sering disalahartikan dengan pihak-pihak yang memiliki tujuan lain. Hotel juga dibilang kepentingan publik, apartemen juga dibilang kepentingan publik. Padahal, yang saya maksud adalah seperti pelabuhan dan pembangkit tenaga listrik,” terang Susi.

Meski mengizinkan reklamasi untuk kepentingan publik, Susi menegaskan, pihak yang melakukan reklamasi harus tetap memberikan kompensasi bagi masyarakat yang tergusur akibat proyek itu. Wilayah tersebut harus digantikan dengan persiapan daerah genangan, seperti sebuah bendungan. Selain wilayah tergenang, Susi juga menilai dengan adanya pemberian kompensasi kepada masyarakat yang tergusur akibat adanya reklamasi.

“Wilayah air yang terambil harus digantikan dengan persiapan daerah genangan. Kedua, masyarakat yang tergusur harus ada kompensasi berupa tempat baru,” jelasnya.

Peraturan ini, berlaku di seluruh wilayah yang menjadi tempat tujuan untuk dilakukannya reklamasi. Salah satunya adalah reklamasi Teluk Benoa, Nusa Dua, Bali. Rencana reklamai Teluk Benoa menuai protes berbagai pihak. Warga Bali menentang keras karena Teluk Benoa memiliki luas 3.300 hektare merupakan wilayah konservasi hutan mangrove.

Permudah Penerbitan SIPI

Sebelumnya, Susi juga menegaskan akan mempermudah penerbitan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) bagi nelayan dan pengusaha. Syaratnya, mereka harus mematuhi aturan yang ada. Aturan yang dimaksud seperti tidak melakukan mark down ukuran kapal (pemalsuan ukuran) saat diperiksa ulang dan menggunakan alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan.

Susi menegaskan, jika pemilik kapal tidak melakukan pemalsuan ukuran kapal saat dilakukan pengukuran ulang, pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan akan siap untuk mempermudah dan mempercepat pengurusan SIPI. Selama ini pengurusan IPI dapat memakan waktu lebih dari dua bulan dan diniliai terlalu lama bagi pemilik kapal dan nelayan.

“Tidak ada persulit-persulit. Asal ukuran kapalnya jangan di mark down, kalau masih begitu tidak akan saya berikan ijinnya,” ujar Susi dalam acara peresmian Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Mitra Maritim di Desa Karangsong, Kabupaten Indramayu, Kamis (26/11).

Menurut Susi, pengurusan SIPI dapat dipercepat apabila seluruh pemilik kapal di atas 30 GT bersedia dilakukan pengukuran ulang oleh Kementerian Perhubungan. Susi mengaku pihaknya sudah berkoordinasi dengan Menteri Perhubungan untuk hal itu. Pengukuran ulang ini dilakukan lantaran diduga banyak kapal di atas 30 GT yang memalsukan ukurannya.

Susi menuturkan dirinya tidak akan ragu untuk meminta bantuan aparat hukum untuk menangkap pemilik kapal dan kapal jika terbukti melakukan pemalsuan ukuran. Diharapkan, mulai 1 Januari 2015, kapal sudah sesuai dengan ukuran sebenarnya.

“Pokoknya jangan mark down lagi. Setiap kapal harus diregistrasi ulang. Tidak ada biaya. Jangan sampai nelayan Karangsong ngamuk-ngamuk lagi karena enggak mau diukur ulang,” tegasnya.

Selain itu, Susi juga mengingatkan kepada nelayan dan pelaku usaha di sektor kelautan dan perikanan untuk menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan. Karena penggunaan alat tangkap yang tak ramah lingkungan, seperti pukat, trawl, cantrang, ataupun dogol akan mengancam populasi ikan lantaran telur-telur ikan turut terangkut.

Yang perlu diingat, kata Susi, laut merupakan masa depan bangsa. “Alat tangkap yang tidak ramah lingkungan harus diberhentikan. Kalau ada yang pakai trawl, dogol, diingatkan. Itu telur-telur ikan yang masih kecil sudah kena semua. Kita jaga yang betul dengan alat tangkap, jangan dihabisi, diracun dan dibom. Itu saja manusia tugasnya. Jangan serakah,” pungkasnya. (*)

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.