Swiss Belajar Pengelolaan Perikanan Berkelanjutan dari Nelayan Bunaken
|
Bunaken, Villagerspost.com – Kedutaan Swiss-State Secretariat for Economic Affairs (SECO) belajar untuk mengelola perikanan secara berkelanjutan dari nelayan Bunaken, Sulawesi Utara. Minggu (22/1) kemarin, rombongan SECO yang dipimpin Katrin Ochseinbein mengunjungi program penerapan pengelolaan akses area perikanan di Popareng, Kecamatan Tatapaan, Kabupaten Minahasa Selatan.
Implementasi pengelolaan perikanan di zona tradisional Taman Nasional Bunaken oleh kelompok nelayan Cahaya Tatapaan merupakan buah dari kemitraan nelayan dengan Rare Indonesia dan Balai Taman Nasional Bunaken. Tujuan dibentuknya kemitraan ini adalah dalam rangka memperkuat kapasitas kelompok nelayan untuk kemandirian dalam mengelola wilayah tangkapnya.
Dalam kunjungan tersebut salah satu tamu dari Swiss-SECO, Martin Stottelle menanyakan apakah dengan implementasi manajemen akses pengelolaan perikanan yang dilakukan oleh kelompok nelayan telah berhasil meningkatkan perekonomian masyarakat. Pertanyaan ini kemudian dijawab oleh Ketua Pokja Konsorsium Sem Sembur.

“Untuk waktu yang masih singkat ukuran keberhasilan belum dapat terasakan, akan tetapi dengan adanya keinginan masyarakat berkelompok kemudian bersama-sama menentukan masa depan perikanan telah membawa perubahan mendasar dalam aktivitas nelayan, apalagi saat ini anggota kelompok setiap selesai melaut melaporkan tangkapan ikan dengan mengukur dan menimbang,” ujar Sem.
Dalam kesempatan itu, Sem juga menjelaskan kegiatan yang dilakukan kelompok nelayan Cahaya Tatapaan dan konsorsium kelompok nelayan pengelolaan perikanan berkelanjutan. Sem mengatakan, kelompok Cahaya Tatapaan secara resmi berdiri sejak Maret 2016. Kelompok ini kemudian membentuk konsorsium dengan kelompok nelayan Tuama Bahari dan Betlehem.
“Lewat konsorsium ini, kita bersama-sama mewujudkan suatu area dengan pengaturan alat tangkap, waktu penangkapan serta menetapkan spesies ikan yang dikelola dengan mempertimbangkan nilai ekonomi, sosial, dan budaya pada suatu area di zona tradisional Taman Nasional Bunaken,” kata Sem.

Konsorsium juga menentukan tujuan pengelolaan perikanan yakni “menjaga habitat untuk kestabilan ikan tangkapan dan memelihara perairan desa untuk fungsi ekowisata”. “Proses yang panjang dan tidak mudah tentunya dalam menjalani implementasi manajemen akses tersebut, tantangan dan halangan selalu ada tidak mudah memberikan pemahaman kepada masyarakat karena lokasi tangkapan ikan adalah sumber mata pencaharian,” ujarnya.
“Karena itu kita perlu mengatur dan mensosialisasikan secara luas agar harapan dan tujuan kita dengan berkelompok dan mengelola perikanan terwujud,” tambah Sem Sambur.
Pada kesempatan yang sama, Vice President Rare Indonesia Taufiq Alimi yang turut serta dalam mendampingi tim dari Swiss-SECO mengatakan, dalam konteks ini, Rare merupakan pengubung yang menjembatani antara pemerintah, masyarakat dan lembaga donor. “Kami juga menjembatani dengan pihak universitas untuk bekerja bersama dalam mengembangkan program pengelolaan perikanan berkelanjutan,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Balai TN Bunaken Ari Subiantoro dalam sambutannya, mengapresiasi luar biasa semangat kelompok nelayan di Popareng. Lagu Piara Ambe Jaga– Agar Ikan Tetap Ada yang dibawakan oleh kelompok nelayan sebelum acara dimulai, sempat membuat Ari tersentuh dan terharu, sehingga matanya sempat berkaca-kaca emosional saat memberikan sambutan. “Saya berharap masyarakat dapat menikmati kesejahteraan atas upaya konservasi alam ini,” ujarnya.
Agenda kunjungan dari Kedutaan Swiss-SECO selain berdiskusi langsung dengan nelayan, juga mengecek lokasi PAAP dengan kelompok nelayan dalam mengimplementasikan pengelolaan wilayah akses perikanan. Mereka juga ikut meresmikan sekretariat kelompok swadaya masyarakat Cahaya Tatapaan yang telah menandatangai kemitraan dengan Balai Taman Nasional Bunaken.
Acara kunjungan itu juga diramaikan aksi ibu-ibu istri anggota kelompok mendemonstrasikan teknik pengukuran dan timbang ikan kemudian di catat pada logbook. Para ibu juga memamerkan kemampuan mereka memasak woku balanga. (*)
Laporan/Foto: Eko Handoyo, Manajer Kampanye Pride Bogor 6 di Balai Taman Nasional Bunaken