Tak Efektif, Pola Distribusi Pupuk Bersubsidi Harus Diubah

Distribusi pupuk bersubsidi oleh pemerintah (dok. bojonegorokab.go.id)

Jakarta, Villagerspost.com – Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin mengatakan, pemerintah perlu mengeluarkan peraturan baru yang mengatur pengelolaan pupuk bersubsidi terutama masalah distribusi kepada calon penerima. Selama ini, kata dia, pola distribusi pupuk bersubsidi untuk penerima yang tergabung dalam kelompok tani.Hal itu sesuai dengan Permentan Nomor 47/Permentan/SR.310/12/2017 tentang Alokasi dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi.

Pola distribusi ini, menurut Akmal, banyak menimbulkan masalah. “Yang berkelompok ini kan (jumlahnya) tidak banyak dibandingkan seluruh petani di Indonesia. Dan yang mendapat alokasi pupuk subsidi hanya kelompok-kelompok yang memiliki akses dengan kekuasaan. Padahal total APBN pupuk subsidi hampir menyamai anggaran Kementerian Pertanian di APBN satu tahun,” kata Akmal dalam siaran persnya, Senin (4/11).

Pemerintah, kata dia, mesti membuat rencana peningkatan teknik distribusi pupuk bersubsidi, agar substansi adanya program ini tercapai yakni swasembada pangan. Pemerintah perlu mendorong seluruh petani berkelompok atau memperluas dengan sensus tani yang mencatat seluruh petani yang layak mendapatkan pupuk bersubsidi.

“Sensus tani sangat mendesak untuk memetakan petani-petani potensial yang mampu membantu negara untuk memakmurkan masyarakat. Masih banyak ketidakadilan bagi penerima pupuk bersubsidi akibat kekangan peraturan pemerintah yang hanya diperuntukkan pada kelompok,” ujarnya.

Pemberian pupuk bersubsidi, jelas Akmal, akan membantu mendongkrak produktivitas pertanian. Namun pada kenyataanya, banyak distributor nakal yang merusak sistem ditambah lagi banyak juga penjual nakal yang menjual pupuk bersubsidi tidak tepat sasaran.

Sebagai contoh tahun 2017 terjadi kelangkaan pupuk bersubsidi, padahal penghitungan produksi, distribusi dan estimasi calon penerima sudah dihitung secara cermat. Terkait, pola pendistribusian, pupuk bersubsidi diatur oleh Peraturan Menteri Perdagangan pada nomor 15/M-DAG/PER/4/2013 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian secara nasional mulai dari Lini I sampai dengan Lini IV

Berdasarkan itu, semua harus mengacu pada ketepatan yang prinsip yakni tepat jenis, jumlah, harga, tempat, waktu dan mutu. Namun kenyataannya, banyak hal tidak sesuai dengan aturan. Pada audit BPK yang dilakukan tahun 2019, Akmal mengungkapkan, 30 persen penyaluran pupuk bersubsidi tidak tepat.

“Kemungkinan inilah yang menjadi faktor mengapa pada RAPBN, pupuk bersubsidi tahun 2020 turun menjadi Rp26 triliun. Padahal pada tahun sebelumnya ada pada angka Rp36 triliun. Ada penurunan sebesar Rp10 triliun dari APBN 2019,” paparnya.

Seperti diketahui, pada Rapat Paripurna DPR RI Pembukaan Masa Sidang I Tahun Sidang 2019-2020, Presiden RI Joko Widodo menyampaikan RUU APBN Tahun Anggaran 2020 beserta dengan Nota Keuangannya pada tanggal 16 Agustus 2019. Salah satu kebijakan yang penting untuk sektor pertanian dalam Nota Keuangan dan RAPBN 2020 adalah Pemerintah menurunkan subsidi pupuk tahun 2020.

Pemerintah beralasan subsidi benih tidak efektif dan tidak efisien. Subsidi pupuk dalam RAPBN tahun 2020 direncanakan sebesar Rp26,62 triliun untuk kebutuhan pupuk sebanyak 7,95 juta ton. Jumlah tersebut lebih rendah Rp10,47 triliun apabila dibandingkan dengan APBN tahun 2019.

Akmal menilai, jika aturan yang ada tidak diubah maka ada pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah agar semua target pemberian pupuk bersubsidi terpenuhi. “Ada pekerjaan pemerintah untuk bersosialisasi agar semua petani di Indonesia semua berkelompok,” pungkasnya.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.