Terbitkan Inpres Moratorium Izin Sawit, Ini Instruksi Jokowi untuk Empat Menteri
|
Jakarta, Villagerspost.com – Presiden Joko Widodo telah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit Serta Peningkatan Produktivitas Perkebunan Kelapa Sawit. Melalui Inpres yang dikenal dengan nama Inpres Moratorium Izin Perekebunan Sawit itu, Presiden Jokowi memberikan instruksi terkait penerbitan izin perkebunan sawit kepada empat menteri, yaitu tiga menteri dan satu menteri koordinator.
Ketiga menteri itu adalah Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Menteri Pertanian, dan Menteri Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN). Satu menteri koordinator adalah Menteri Koordinator Bidang Ekonomi.
Kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Presiden Jokowi menginstruksikan untuk melakukan penundaan pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan perkebunan kelapa sawit. Instruksi itu tertuang dalam diktum Kedua, Inpres yang yang dikeluarkan di Jakarta, 19 September 2019 itu.
Dalam beleid itu diatur, penundaan tersebut diberlakukan bagi: a. permohonan baru; b. permohonan yang telah diajukan namun belum melengkapi persyaratan atau telah memenuhi persyaratan namun berada pada kawasan hutan yang masih produktif; atau c. permohonan yang telah mendapat persetujuan prinsip namun belum ditata batas dan berada pada kawasan hutan yang masih produktif.
“Penundaan dikecualikan untuk permohonan pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit yang telah ditanami dan diproses berdasarkan ketentuan Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan,” demikian bunyi diktum KEDUA poin 2 Inpres tersebut.
Presiden juga menginstruksikan kepada Menteri LHK untuk melakukan penyusunan dan verifikasi data pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit yang mencakup: nama dan nomor, lokasi, luas, peruntukan, dan tanggal penerbitan.
Berdasarkan data tersebut, Presiden menginstruksikan Menteri LHK untuk melakukan evaluasi terhadap: pertama, pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan yang dimanfaatkan sebagai perkebunan kelapa sawit yang belum dikerjakan/dibangun, masih berupa hutan produktif, dan/atau terindikasi tidak sesuai dengan tujuan pelepasan atau tukar menukar dan dipindahtangankan pada pihak lain.
Kedua, perkebunan kelapa sawit yang berada dalam kawasan hutan tetapi belum mendapatkan pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan. Ketiga, pelaksanaan pembangunan areal hutan yang bernilai konservasi tinggi/High Coservation Value Forest (HCVF) dari pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit serta menyampaikan hasil evaluasinya kepada Menko Perekonomian.
Melalui Inpres tersebut, Presiden juga menginstruksikan kepada Menteri LHK untuk melakukan identifikasi perkebunan kelapa sawit yang terindikasi berada dalam kawasan hutan. Terkait hasil rapat koordinasi dengan Menko Perekonomian, Presiden menginstruksikan Menteri LHK untuk menindaklanjutinya dengan penetapan kembali areal yang berasal dari kawasan hutan yang telah dilakukan pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan sebagai kawasan hutan, dan/atau mengambil langkah-langkah hukum dan/atau tuntutan ganti rugi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan atas penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit berdasarkan verifikasi data, evaluasi atas pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit.
Dalam Inpres ini, Presiden menginstruksikan Menteri LHK untuk melakukan identifikasi dan melaksanakan ketentuan alokasi 20% untuk perkebunan rakyat atas pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit.
Melalui Inpres Nomor 8 Tahun 2018 itu, Presiden juga menginstruksikan Menteri Pertanian untuk melakukan evaluasi terhadap proses pemberian Izin Usaha Perkebunan dan pendaftaran Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan Kelapa Sawit, dan yang telah diterbitkan. Presiden juga menginstruksikan kepada Menteri Pertanaian agar melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan kewajiban perusahaan perkebunan yang memiliki Izin Usaha Perkebunan Kelapa Sawit atau izin usaha perkebunan untuk budidaya kelapa sawit untuk memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat paling kurang 20% dari total luas areal lahan yang diusahakan oleh perusahaan perkebunan; serta menyampaikan hasil evaluasinya kepada Menko Perekonomian.
Adapun kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Presiden menginstruksikan untuk melakukan evaluasi terhadap: a. Kesesuaian HGU perkebunan kelapa sawit dengan peruntukan tata ruang; b.realiasasi pemanfaatkan HGU perkebunan kelapa sawit; c. peralihan HGU kepada pihak lain tanpa pendaftaran BPN; dan c. pelaksanaan perlindungan dan/atau pembangunan areal hutan yang bernilai konservasi tinggi (HCVF) dari pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit; serta melaporkan hasil evaluasinya kepada Menko Perekonomian.
Melalui Inpres ini pula, Presiden menginstruksikan Menteri ATR/Kepala BPN untuk melakukan percepatan penerbitan hak atas tanah kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan hak masyarakat seluas 20% dari pelepasan kawasan hutan dan dari HGU perkebunan kelapa sawit. Selain itu, Presiden juga menginstruksikan Menteri ATR/Kepala BPN untuk melakukan percepatan penerbitan hak atas tanah pada lahan-lahan perkebunan kelapa sawit rakyat.
Kepada Menko Perekonomian, Presiden juga menginstruksikan untuk melakukan koordinasi penundaan dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit serta peningkatan produktivitas perkebunan kelapa sawit. Dalam rangka pelaksanaan koordinasi dimaksud, Presiden menginstruksikan Menko Perekonomian untuk memverifikasi data pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit, peta Izin Usaha Perkebunan atau Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan, Izin Lokasi, dan Hak Guna Bangunan (HGU).
“Melakukan sinkronisasi dengan pelaksanaan Kebijakan Satu Peta yang berkaitan dengan kesesuaian: perizinan yang dikeluarkan oleh kementerian/lembaga dengan pemerintah daerah, Izin Usaha Perkebunan dengan HGU, dan keputusan penunjukan atau penetapan kawasan hutan dengan HGU,” demikian bunyi diktum Kesatu poin 2C Inpres tersebut.
Presiden juga menginstruksikan Menko Perekonomian untuk menyampaikan hasil koordinasi kepada menteri, gubernur, dan bupati/walikota terkait dalam rangka pengambilan keputusan sesuai kewenangannya mengenai:
a. Penetapan kembali areal yang berasal dari kawasan hutan yang telah dilakukan pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan sebagai kawasan hutan;
b. Penetapan areal yang berasal dari kawasan hutan yang telah dilakukan sebagai pelepasan tanah negara;
c. Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) Izin Usaha Perkebunan atau Surat Tanda Daftar Izin Usaha Perkebunan;
d. Penetapan tanah terlantar dan penghentian proses penerbitan atau pembatalan HGU; dan/atau
e. Langkah-langkah hukum dan/atau tuntutan ganti rugi atas penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit berdasarkan verifikasi data dan evaluasi atas pelepasan atau tukar menukar kawasan hutan untuk perkebunan kelapa sawit.
Presiden juga menginstruksikan Menko Perekonomian untuk membentuk Tim Kerja dalam rangka pelaksanaan sebagaimana dimaksud. “Instruksi Presiden ini mulai berlaku pada tanggal dikeluarkan,” demikian bunyi akhir Inpres Nomor 8 Tahun 2018 tersebut.
Editor: M. Agung Riyadi