Terbitkan Izin Lokasi Reklamasi Teluk Benoa, Susi Dinilai Punggungi Laut

Masyarakat Bali menegaskan penolakannya terhadap proyek reklamasi Teluk Benoa (dok. change.org)

Jakarta, Villagerspost.com – Greenpeace Indonesia menyesalkan sikap dan kebijakan terkini Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang kembali mengeluarkan Izin Lokasi Reklamasi di Teluk Benoa untuk kepentingan PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI). Greenpeace menilai, dengan diterbitkannya izin lokasi reklamasi tersebut, Susi telah membuat kebijakan yang memunggungi laut.

Jurukampanye Laut Greenpeace Indonesia dan Asia Tenggara Arifsyah Nasution mengatakan sikap dan kebijakan tersebut merupakan langkah mundur penyelamatan lingkungan pesisir dan laut di Indonesia. Greenpeace meminta Menteri KKP meninjau kembali dan mencabut Izin Lokasi Reklamasi itu. Pasalnya, menurut Arifsyah, berdasarkan Perpres 122/2012 Pasal 17 (Ayat 2) dan (3), KKP punya wewenang penuh untuk menolak permohonan dan tidak memberikan Izin Lokasi Reklamasi di Teluk Benoa.

“Alasan dan pertimbangan penolakan dapat didasarkan pada beberapa kajian terdahulu, serta memperhatikan alasan, aspirasi dan gerakan penolakan dari desa-desa adat sekitar lokasi yang telah berlangsung dalam lima tahun terakhir. Sangat disesalkan Menteri Susi Pudjiastuti mengakomodasi permohonan Izin Lokasi Reklamasi yang diajukan kembali oleh PT TWBI,” jelas Arifsyah dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Minggu (23/12).

Aspirasi, penolakan dan perjuangan konsisten warga yang tergabung dalam gerakan Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI) logis dan beralasan. Kajian yang dilakukan oleh Conservation International (2013), Universitas Udayana (2013) dan sejumlah peneliti KKP pun (2017) juga menunjukkan secara jelas bahwa reklamasi di Teluk Benoa bukan solusi dan tidak layak dilakukan.

Arifsyah menambahkan, pemerintah, dalam hal ini KKP, sepertinya tersandera dengan mekanisme administratif perizinan, sekaligus terjebak pada interpretasi sempit atas kewenangan prosedural yang dimilikinya dalam urusan reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. “Sangat disayangkan, selama hampir lima tahun terakhir Menteri Susi Pudjiastuti dan Presiden Joko Widodo ternyata gagal mendengar dan berempati terhadap aspirasi dan perjuangan penolakan reklamasi yang diekspresikan secara damai, masif dan konsisten oleh warga dari berbagai desa adat setempat,” tegas Arifsyah.

Pemerintah, kata dia, juga tidak serius mempertimbangkan sejumlah kajian potensi dampak sosial-lingkungan terkait rencana reklamasi di Teluk Benoa tersebut. “Interpretasi kewenangan prosedural yang sempit dan kerap menjadi dalih KKP itu akhirnya lagi-lagi sukses kembali dimanfaatkan oleh PT TWBI,” terangnya.

Kajian multidimensi (lingkungan, sosial, ekonomi dan pemanfaatan ruang laut) terkini yang dilakukan oleh Handadari dkk (2018) juga menunjukkan rencana reklamasi di Teluk Benoa, dinilai dari berbagai dimensi memang tidak berkelanjutan. Mencermati sejumlah kajian dan perkembangan terkini terkait upaya PT TWBI yang terus berambisi ingin mereklamasi Teluk Benoa, Greenpeace Indonesia pun menyerukan kepada Menteri KKP untuk segera meninjau kembali dan mencabut Izin Lokasi Reklamasi yang diberikan untuk PT TWBI

Greenpeace juga menyerukan kepada Presiden Jokowi untuk segera meninjau kembali Perpres 45/2011 sebagaimana yang telah diubah dengan Perpres 51/2014. “Greenpeace juga meminta pemerintah pusat dan pemerintah provinsi Bali, masing-masing dengan kewenangannya, lebih berani, jeli dan terbuka melakukan kebijakan korektif yang sistematis-menyeluruh, partisipatif, tuntas dan tegas untuk menghentikan rencana reklamasi serta mengusulkan dan menetapkan kembali Teluk Benoa sebagai kawasan konservasi,” pungkas Arifsyah.

Seperti diketahui, sebelumnya, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Ditjen PRL) KKP Brahmantya Satyamurti Poerwadi memastikan KKP belum pernah menerbitkan Izin Pelaksanaan Reklamasi dimaksud. “Ini hal yang keliru. KKP tidak memberi izin reklamasi di Teluk Benoa, melainkan izin lokasi reklamasi. Penerbitan izin lokasi dilakukan untuk menilai kesesuaian rencana tata ruang dengan rencana kegiatan,” terang Brahmantya di Jakarta, Kamis (20/12).

Ia membenarkan, permohonan izin lokasi reklamasi memang telah disampaikan PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI). Pemohon telah melengkapi persyaratan izin, termasuk membayar PNBP sebesar Rp13,076 miliar yang disetor ke kas negara.

Brahmantya menyebutkan, izin lokasi reklamasi Teluk Benoa yang diterbitkan KKP pada 29 November 2018 tersebut telah sesuai dengan Perpres Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil dan Surat Edaran MKP Nomor 543/MEN-KP/VIII/2018 tentang Proses Pelayanan Perizinan Sektor Kelautan dan Perikanan.

Permohonan PT TWBI ini juga telah sesuai dengan alokasi tata ruang dalam Perpres Nomor 45 Tahun 2011 sebagaimana diubah dengan Perpres Nomor 51 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan.

Brahmantya menjelaskan, dengan diterbitkannya izin lokasi, bukan berarti kegiatan reklamasi dapat langsung dilakukan. “Izin lokasi yang KKP berikan bukan berarti membuat reklamasi sertamerta dapat dijalankan. Untuk dapat melaksanakan kegiatan reklamasi, perusahaan harus mendapatkan izin lingkungan dan izin pelaksanaan reklamasi terlebih dahulu,” jelas Brahmantya.

Menurutnya, kelayakan lingkungan, kelayakan teknis, dan kelayakan sosial/budaya suatu kegiatan reklamasi akan diuji dalam dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Selain kajian Sosial, Budaya, Ekonomi dan Lingkungan, dokumen Amdal mensyaratkan rencana kegiatan tersebut harus sesuai dengan rencana tata ruang, dalam hal ini dibuktikan dengan izin lokasi reklamasi. Jika Amdal dinyatakan layak (layak lingkungan, layak teknis, layak dari sisi sosial budaya dan sesuai dengan alokasi rencana tata ruang) maka akan diterbitkan Izin Lingkungan.

Izin Lingkungan ini selanjutnya akan menjadi salah satu syarat pengajuan Izin Pelaksanaan Reklamasi kepada KKP. “Jadi kita bukan memberi izin pelaksanaan reklamasi hanya izin lokasi karena perizinan pelaksanaan. KKP akan kembali menilai kelayakan teknis konstruksi yang lebih detil, termasuk aspek keamanan terhadap lingkungan dalam proses penerbitan Izin Pelaksanaan Reklamasi,” paparnya.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.