Ulang Tahun dengan Budidaya Kakao Ala Mahasiswa Pertanian Jateng-Yogya
|
Batang, Villagerspost.com – Berbagai cara bisa dilakukan untuk memperingati hari ulang tahun. Salah satu cara yang kini tengah menjadi trend adalah dengan melakukan pengabdian masyarakat. Itulah yang dilakukan para mahasiswa Forum Komunikasi Kerjasama Himpunan Mahasiswa Agronomi Indonesia (FKK HIMAGRI) wilayah III Jawa Tengah-Yogyakarta.
Para mahasiswa pertanian ini memperingati hari ulang tahun organisasi mereka yang ke-32 dengan melakukan penanaman pohon semusim yaitu kakao di Dusun Sekayu, Desa Kragilan, Kecamatan Pakis, Magelang Jawa Tengah. “Selama ini konsep hari ulang tahun bukan hanya sekadar perayaan, karena disitu ada pengabdian masyarakatnya, seperti tahun yang lalu kita mengambil konsep penanaman bakau di pinggir pantai untuk menahan abrasi. Untuk yang tahun ini kita mengambil konsep sosialisasi pupuk organik cair dan penanaman kakao bersama masyarakat setempat,” kata Ketua FKK Himagri Wilayah III Yusuf Diansyah, kepada Villagerspost.com, Jumat (9/12).
Selain melakukan penanaman pohon kakao, pada pra-acara peringatan HUT FKK Himagri Wilayah III, ada juga pengenalan pertanian kepada anak-anak Sekolah Dasar Negri Sekayu 1 Desa kragilan. Para mahasiswa itu memotivasi anak-anak sekolah dasar untuk tidak malu jadi petani. “Karena petani adalah tuannya negara,” tambah Yusuf.
Yusuf mengatakan, antusiasme para anggota dalam melaksanakan acara ini cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan kehadiran seluruh anggota yang berjumlah 100 mahasiswa. Mereka berasal dari Universitas Jendral Soedirman, Universitas Tridarma Magelang, Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta, Universitas Mercu Buana, Universitas Muhamadiyah Yogyakarta, Universitas Pertanian Yogyakarta (UPY), Institut Pertanian (INSTIPER) dan Universitas Gajah Mada.
Terkait pemilihan kakao sebagai tanaman semusim untuk ditanam, Yusuf mengatakan, dulu di Dusun Sekayu pernah ditanam cengkeh dan sudah berproduksi dengan baik. Akan tetapi belakangan, harga cengkeh turun drastis karena cengkeh tidak memiliki daya jual di pasar.
Akhirnya para petani menebang tanaman itu dan beralih ke tanaman lain, salah satunya kakao. Sebagian memang sudah kembali menanam cengkeh karena harganya mulai tinggi, namun jumlah yang ditanam masih kecil dan cuaca juga tak menentu sehingga menghambat pertumbuhan tanaman cengkeh.
Karena itu, daripada menunggu cengkeh yang lama tumbuh, para mahasiswa berpikir alangkah baiknya menanam tanaman yang lain bisa ditaman di sekitar yang bisa menguntungkan. Maka kakao pun dipilih karena produksinya lebih cepat dan juga bisa di tanam di sekeliling rumah sekaligus pemanfaatan lahan pekarangan rumah.
“Jika sudah berbuah itu hasilnya bisa mingguan dua mingguan, tiga mingguan ataupun bulanan selain di sekeliling rumah ada tanaman sayur tanaman buah kakao pun bisa produksi untuk menambah masukan lain dan juga sebagai penghijauan lahan” terang Joni Prasetyo (22), mahasiswa Universitas Muhamadiyah Yogyakarta yang menjadi Ketua Bidang Pengabdian Masyarakat FKK Himagri Wilayah III.
Joni mengatakan, dari hasil survei lapangan, diketahui tanah di Dusun Sekayu terhitung subur. Hal itu bisa dilihat dari ciri-ciri fisik tanah dengan warna kehitaman. “Itu bisa diartikan tanah tersebut mempunyai banyak humus dan dari sejarah desa ini, Dusun Sekayu termasuk dusun yang terkena abu vulkanik letusan gunung Merapi sehingga tanah ini bisa di golongkan tanah yang subur,” katanya.
Karena itu, Dusun Sekayu termasuk mudah untuk melakukan budidaya tanaman. Misalnya, tidak perlu pemupukan awal karena tanahnya sudah mencukupi untuk kebutuhan pupuk dasar. “Kita hanya membuat lubang tanam 60×60 cm dan dengan kedalaman 60 cm itu menurut kementerian pertanian, dan kakao ditanamam seukuran dengan polybag juga bisa dan ditanam dengan jarak tanam sampai leher batang,” ujarnya.
Untuk perawatanya, kata Joni, cukup dengan pemupukan. Jika dalam anjuran disebutkan butuh pupuk kimia, maka karena tanah di dusun sudah subur, mahasiswa menyarankan cukup diberi pupuk satu tahun sekali yaitu diberikan pada akhir musim penghujan. “Harapanya di akhir musim penghujan pupuk itu masih menyertap air dan bisa menyimpan air pada musim kemarau dan dapat memenuhi kebutuhan tanaman itu sendiri selama musim kemarau,” jelas Joni.
Kakao sendiri dapat dipanen kurang lebih dalam jangka waktu 3-4 tahun jika penanaman berasal dari biji. “Akan tetapi jika kakao itu dari hasil stek itu bisa lebih cepat kurang lebih sekitar 2 tahun,” tambah Joni.
Untuk kekurangannya, menurut Joni, tanaman kakao sendiri hampir tidak ada. Hanya saja petani Dusun Sekayu belum pernah menanam tanaman tersebut, sehingga belum mengerti cara penanganan secara alami untuk mengendalikan hama yang berkembang. “Kita sudah mensosialisasikan jika ada semut pada pohon kakao tersebut agar tidak disemprot karena itu adalah musuh alami untuk mencegah hama pada kakao,” kata Joni.
Dan untuk kelebihanya sendiri, Indonesia termasuk pemasok kakao nomor tiga di dunia dan tujuan pemerintah saat ini itu adalah mencukupi kebutuhan negara. Saat ini, untuk kebutuhan dalam negeri sendiri belum mencukupi akan tetapi pemerintah sudah mengekspor. Karena itu, penanaman kakao di Dusun Sekayu ditujukan untuk memenuhi kebutuhan domestik.
“Kakao dapat menjadi komoditas unggulan di daerah sini dan dapat membantu perekonomian masyarakat di sekitar Sekayu dan dapat dibudidayakan secara luas di lahan daerah sini karena disini mayoritas adalah tegalan,” terang Joni.
Dia berharap, petani dapat selalu aktif untuk mengembangkan cara budidaya kakao yang lebih baik lagi. Kemudian, Joni juga berharap, bantuan tanaman kakao dari FKK Himagri wilayah III dapat menggugah masyarakat membudidayakan kakao yang mempunyai potensi ekonomi yang sanagat tinggi untuk dikembangkan sampai petani mandiri.
“Kakao mempunyai banyak manfaat mulia dari kulitnya bisa dijadikan pakan ternak dan isinya bisa dibuat berbagi macam olahan makanan,” pungkas Joni.
Petani Dusun Sekayu sendiri mengaku tertarik untuk memulai membudidaya kakao. “Untuk penanaman kakao sendiri kami merasa sangat tertarik, opo meneh lek (apa lagi) sudah berbuah dan pemasarannya juga dibantu dengan teman-teman mahasiswa,” kata Rihanto (53), Ketua Gabungan Kelompok Tani Dusun Sekayu.
Laporan: Zae Al Ansor dan Jurnalis warga FKK Mahasiswa Agronomi Indonesia Wilayah III Jawa Tengah.