UU Karantina Untuk Cegah Terorisme Pangan
|Jakarta, Villagerspost.com – Indonesia saat ini belum memiliki payung hukum yang kuat untuk menjamin tingkat keamanan sumber daya alam hayati. Selain itu, Indonesia juga tak memiliki jaring undang-undang yang mampu mengawal secara maksimal terhadap masuknya bahan pangan dari luar negeri termasuk juga ancaman bioterorisme yang melalui jenis makanan, hewan dan tumbuh-tumbuhan yang masuk ke Indonesia.
Karena itu pemerintah saat ini tengah menyiapkan RUU Karantina Dalam Menjamin Keamanan Pangan. “Saat ini banyak cara untuk mengganggu dan merusak suatu negara. Misalnya dengan bio terorisme, yang jenisnya banyak. Ada yang bisa menurunkan produksi ternak, tumbuh-tumbuhan, makanan dan menyebarkan berbagai jenis penyakit,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron seperti dikutip dpr.go.id, Rabu (24/6)
Karena itu, kata politisi Partai Demokrat tersebut, revisi UU No 16 tahun 1992 tentang Karantina ini menjadi prioritas untuk diselesaikan pada sidang tahun 2015 ini. Alasannya karena UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan tak mampu menghadapi persoalan penyakit, keamanan, dan hama pangan.
Padahal saat ini banyak masalah terjadi terkait keamanan pangan seperti kasus beras plastik, hama apel, hama pakan ternak dan sebagainya. “Jadi, Badan Karantina ini menjadi pintu utama terhadap masuk dan kluarnya berbagai jenis makanan,” ujarnya.
Ia mengatakan, UU yang terkait dengan karantina tersebut antara lain, UU No 18 tahun 2012 tentang Pangan, UU No 18 tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, jo. UU No 41 tahun 2014, UU No 31 tahun 2004 tentang Peternakan, jo, UU No 45 tahun 2009 dan UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistem.
Herman menambahkan, UU tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan ini diharapkan melahirkan sistem perkarantinaan yang kuat, sesuai dengan perkembangan lingkungan strategis. Selain itu, beleid baru ini juga diharapkan sejalan dengan sistem perdagangan internasional komoditas pertanian dan perikanan, dan terintegrasi dengan sistem pengawasan keamanan hayati, dan menjadi Badan Karantina yang kuat dan mandiri.
Sementara itu Kepala Badan Karantina Pertanian Banun Harpini mengatakan bioterorisme adalah terorisme yang melibatkan pelepasan disengaja atau penyebaran agen biologis. Agen ini adalah bakteri, virus, atau racun, dan mungkin dalam satu atau bentuk-dimodifikasi manusia yang terjadi secara alami. Untuk penggunaan metode ini dalam peperangan, melihat perang biologis.
“Jadi jangan main-main dengan dengan masalah karantina. Itulah sebabnya, karantina itu harus menjadi terdepan. Tanpa pengawasan yang ketat akan merusak peratanian kita,” kata Banun.
BanunĀ mencontohkan, beberapa tahun lalu Indonesia dikenal sebagai negara pengekspor unggas. Tapi begitu ada flu burung, ekspor unggas Indonesia menjadi mati. “Ya itu tadi banyak unggas kita mati. Lantas siapa yang menebar virus flu burung itu? Disinilah pentingnya Karantina,” paparnya.
Alasan itulah, Banun berharap, adanya undang-undang karantina sehingga lembaga yang dipimpinnya mampu mengawasi secara maksimal terhadap masuknya bahan pangan dari luar negeri. “Pengawasan keamanan pangan belum secara eksplisit diatur dalam undang-undang pangan yang sudah ada. Seperti ada beras plastik yang merupakan isu keamanan pangan,” pungkas Banun. (*)