Warga Pulau Pari Tolak Pemancangan Plang “Fiktif” PT Bumi Pari
|
Jakarta, Villagerspost.com – Tensi konflik antara warga Pulau Pari, Kepulauan Seribu dengan PT Bumi Pari masih tinggi. Setelah hampir lima tahun terus menerus berjuang mempertahankan hak atas tanah mereka dari ancaman klaim pihak lain, pagi ini, Selasa (26/11) warga Pulau Pari dihebohkan kedatangan sejumlah polisi ke Pulau Pari.
Dari keterangan yang diperoleh warga diketahui, kedatangan aparat kepolisian itu ternyata untuk ‘mengamankan’ pemasangan plang di RT 02 dan RT 04. Plang tersebut adalah plang penanda bahwa kawasan Pulau Pari akan segera dibangun oleh pihak pengembang.
“Pemasangan plang ini dilakukan secara diam–diam tanpa ada pemberitahuan sebelumnya kepada warga,” kata Buyung dari Forum Peduli Pulau Pari kepada Villagerspost.com.

Sementara itu, pihak kepolisian menyatakan, pemasangan plang ini merupakan permintaan resmi PT Bumi Pari Asri dengan nomor surat 021/BPA/XI/2019 perihal Pemberitahuan dan Permohonan Bantuan Pengamanan yang ditujukan kepada Camat Kepulauan Seribu, Angga Saputra, S.STP, M. AP. Surat itu juga ditembuskan ke beberapa pihak seperti Bupati Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Kapolres Kepulauan Seribu, Kasatpol PP Kantor Administrasi Kepulauan Seribu dan Lurah Pulau Pari.
“Tetapi surat yang ditunjukkan oleh perwakilan kelurahan masih dalam bentuk soft file tanpa ada kop surat dan tanda tangan atas nama Buinardy Budiman (Direktur PT Bumi Pari),” terang Buyung.
Warga Pulau Pari menolak pemasangan plang tersebut karena plang tersebut juga dinilai berisi pemberitahuan fiktif karena tidak tertera siapa pemiliknya. Plang tersebut hanya bertuliskan “Mohon Doa Restu Pulau Pari Akan Segera Dibangun“.
Kemudian pada bagian bawah pengumuman itu terdapat peringatan yang berbunyi: “Merusak/mencabut plang ini melanggar Pasal 406 KUHP Ayat 1 (satu) Dapat Dikenakan Sanksi Pidana (Dua) Tahun, 8 (Delapan) Bulan Penjara“.
Warga menolak pemasangan plang ini karena dapat diduga pendirian plang ini menjadi salah satu bentuk klaim oleh perusahaan dan menjadi titik awal akan dilakukannya kegiatan oleh perusahaan. “Padahal sertifikat yang dimiliki perusahaan telah dinyatakan maladminitrasi dalam Laporan Hasil Akhir Pemeriksaan Ombudsman RI,” kata Buyung.
Editor: M. Agung Riyadi