Waspada Serangan Wereng Coklat, Ini Rekomendasi IPB

Tim tanggap darurat wereng coklat IPB melakukan pendampingan kepada petani (dok. klinik tanaman ipb)

Bogor, Villagerspost.com – Akhir-akhir ini di musim kemarau tahun 2020, tepatnya di sekitar Agustus-September serangan wereng batang coklat (WBC) merebak di berbagai daerah dengan cukup signifikan. Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB University bekerjasama dengan mitra petani yang tergabung dalam Gerakan Petani Nusantara melakukan pengamatan lapangan dalam periode tersebut.

“Hasilnya menunjukkan, serangan WBC cukup berat pada beberapa daerah di Jatim dan Jateng seperti Tuban, Lamongan, Bojonegoro, Blora, Klaten, Kebumen, Cilacap dan Tegal. Yang mengherankan adalah pada periode tersebut tidak ditemukan serangan berat di daerah penghasil padi di Jawa Barat,” kata Kepala Departemen Proteksi Tanaman IPB, Dr. Ir. Suryo Wiyono kepada Villagerspost.com, Senin (12/10) .

Suryo mengakui, serangan WBC ini tidak semasif pada tahun 2017 dimana serangan berat minimal trjadi di 30 kabupaten di Jawa. “Akan tetapi serangan itu memberikan pesan kepada akademisi, pengambil kebijakan dan juga petani, bahwa para pihak itu bisa lupa terhadap kondisi yang mendorong outbreak, tetapi WBC tidak akan lupa,” jelas Suryo.

Begitu faktor-faktor yang mendorong perkembangan terpenuhi akan menjadi outbreak. Seminar dan lokakarya nasional yang diselenggarakan oleh Departemen Proteksi Tanaman tentang wereng cokelat tahun 2018, mengidentifikasi faktor-faktor penyebab ledakan besar wereng coklat tahun 2017, yaitu penanaman padi yang terus menerus sehingga membuat jembatan antar musim, dan penggunaan pestisida yang salah dan berlebihan.

“Selain itu sistem pengamatan, pengetahuan petani tentang hama dan ekologi sawahnya juga sangat memainkan peranan kunci untuk keberhasilan pengendalian,” tegas Suryo.

Wereng Batang Cokelat (WBC) memang menjadi hama padi yang legendaris. Bagaimana tidak? Hama ini mengalami outbreak skala besar di awal tahun 70-an, 1986, 1998,2010, 2017. WBC juga satu-satunya hama yang mempunyai Inpres (Instruksi Presiden) tersendiri untuk mengatasinya, yaitu Inpres no 3 tahun 1986. Inpres ini mengubah sistem perlindungan tanaman, dan selanjutnya mendorong sistem pengendalian hama terpadu sebagai kebijakan perlindungan tanaman.

Kebijakan tersebut kemudian dituangkan dalam UU no 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan ditegaskan lagi dalam UU terbaru yaitu UU No 2 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan. Dalam beleid tersebut, pada Pasal 48 menyatakan, Perlindungan Pertanian dilaksanakan dengan sistem pengelolaan hama terpadu serta penanganan dampak perubahan iklim.

Suryo mengingatkan, saat ini sudah di beberapa tempat di Pulau Jawa sudah memasuki musim tanam I, yaitu musim hujan. Serangan WBC pada berbagai daerah di akhir musim kemarau 2020 menjadi indikator, sumber populasi sudah banyak di lapangan. Suryo meminta petani waspada ledakan WBC pada musim hujan ini, khususnya di MT 1 tahun 2020/2021, periode Oktober sampai Maret mendatang.

“Pengamatan yang intensif, menghindari penanaman padi terus menerus, meminimalisir penggunaan pestisida kimia sintetik, penguatan agroekosistem dengan pengembalian jerami perlu dilakukan agar produksi padi musim tanam I ini aman dari serangan WBC,” pungkasnya.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.