Wujudkan Pertanian Berkelanjutan, Pemimpin Harus Korbankan Ego Pribadi
|
Jakarta, Villagerspost.com – Anggota Komisi IV DPR RI Agustina Wilujeng Pramestuti mengatakan, untuk bisa mewujudkan pertanian berkelanjutan, dibutuhkan pengorbanan besar dari pemimpin. Pengorbanan besar itu berupa mengorbankan ego pribadi pemimpin agar sebuah program dan kebijakan bisa terus berlanjut.
“Pasalnya, kita memiliki budaya buruk di negeri ini yang harus segera diubah, dimana setiap ganti pemerintahan, maka ganti pula kebijakan dan sistem, termasuk sistem pertanian. Oleh karena itu pertanian harus segera dilindungi oleh undang-undang, supaya pelaksanaan segala hal yang berkaitan dengan kebijakan pemerintahan dalam bidang pertanian memilik pegangan yang kuat, yakni undang-undang pertanian berkelanjutan. Dan bukan lagi ditentukan oleh kebijakan pemimpin itu sendiri,” papar Agustina, di ruang rapat Komisi IV DPR RI, Senayan Jakarta, Rabu (19/10).
Agustina menegaskan, kebijakan di bidang pertanian tidak semata ditentukan oleh sistem yang ditetapkan oleh pemerintah yang sedang berkuasa. Melainkan sudah diatur oleh undang-undang di dalamnya. “Negara-negara lain yang pertaniannya sudah maju memang sudah lama mengadopsi sistem Pertanian berkelanjutan. Oleh karena itu dibutuhkan pengorbanan dari para pemimpin negeri ini,” ujarnya.
Sebenarnya, lanjut Politisi dari Dapil Jawa Tengah IV ini, keinginan petani itu mudah dan simpel. Cukup support mereka, dengan menyediakan dan memudahkan apa yang menjadi kebutuhannya. Diberi subsidi atau tidak, mereka tidak mempermasalahkannya.
“Kalau mereka butuh tetap pasti dibeli. Sayangnya, selama ini malah sebaliknya, ketersediaan pupuk berkurang, bahkan sempat menghilang dari pasaran. Dan ketika mereka meminta kepada pemerintah, pemerintah seperti memanage petani sebagaimana pegawai tinggi yang harus mengisi sederatan data-data, dimana ketika ganti camat, maka ganti pula data-data yang harus diisi,” terang Agustina.
Terkait dengan ketersediaan benih, politisi dari Fraksi PDI Perjuangan ini menilai saat ini sebaiknya pemerintah mengembangkan benih mandiri, yakni padi yang ditanam bisa dibuat menjadi benih kembali. Sementara benih yang disediakan pemerintah saat ini adalah benih yang sekali beli, tanam dan selesai, alias tidak bisa ditanam kembali.
Dia menegaskan, sejatinya padi itu bukan jenis tanaman seperti itu, ketika ditanam, tumbuh dan berbiji, maka bisa ditanam kembali menjadi benih. Oleh karena itu dinamakan benih mandiri. Dan itu semua juga menjadi bagian dari pertanian berkelanjutan tadi.
“Pemerintah harus membudidayakan benih mandiri. Karena sebenarnya prinsip pertanian berkelanjutan itu adalah memandirikan petani. Salah satunya dengan mengembangkan benih mandiri. Dimana benih yang didapat dari pemerintah setelah ditanam, tumbuh dan bisa dijadikan menjadi benih kembali. Bukan seperti benih yang disediakan pemerintah saat ini, benih sekali beli, tanah dan selesai. Tidak bisa dijadikan benih kembali,” pungkasnya. (*)