RAN Ungkap Pembangunan Jalan Perkebunan Sawit Merusak Hutan dan Habitat Satwa

Aceh Timur, Villagerspost.com – Tim investigasi lapangan Rainforest Action Network (RAN) mengungkap deforestasi terbaru di hutan hujan dataran rendah tersisa Kawasan Ekosistem Leuser yang dikenal sebagai ‘Ibukota Orangutan Dunia’. Perusakan hutan tersebut mengakibatkan seekor orangutan Sumatera berjuang sendirian bertahan hidup akibat pembangunan jalan dan penebangan liar di perkebunan kelapa sawit dua perusahaan kelapa sawit kontroversial–PT Nia Yulided (NY) dan PT Putra Kurnia (PK).

Meskipun praktik kontroversial kedua perusahaan minyak sawit tersebut terungkap berulang kali, hingga saat ini di antara perusahaan raksasa pembeli minyak sawit, hanya Unilever yang mengumumkan bahwa kedua perusahaan tersebut berada dalam daftar pemasok yang ditangguhkan. Sedangkan Nestlé, Mars, dan Mondelēz gagal menanggapi pelanggaran deforestasi ini secara publik atau mengeluarkan kedua perusahaan ini dari daftar pasok mereka.

Foto udara perusakan hutan oleh PT. Nia Yulided. Oktober 2020 (dok. rainforest action network)

Tidak ada satupun perusahaan merek dunia yang terlibat ataupun mengkomunikasikan secara langsung kebutuhan untuk menghentikan deforestasi maupun pembukaan jalan baru yang merusak hutan dan penebangan liar kepada kedua perusahaan tersebut.

“Kegagalan Unilever, Nestlé, Mars dan Mondelēz untuk terlibat dalam dialog dengan para produsen nakal ini telah menunda berakhirnya deforestasi untuk produksi minyak sawit di Kawasan Ekosistem Leuser dan terus menempatkan kawasan hutan hujan dataran rendah yang luas dalam bahaya,” ungkap Gemma Tillack, Direktur Kebijakan Hutan RAN, dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Selasa (10/11).

Kayu yang ditebang secara ilegal ditemukan di sepanjang jalan PT. Putra Kurnia, Juni 2020. Koordinat 04º27’37.46 ″ N 97º47’50.96 ″ E. (dok. rainforest action network)

Rekaman drone dan gambar di atas menunjukkan skala kerusakan yang terus berlanjut di dua wilayah konsesi perusahaan yang menjadi wilayah habitat kritis bagi orangutan, gajah, badak dan harimau Sumatera yang terancam punah, serta menjadi daerah tangkapan air penting bagi masyarakat lokal. Sejak awal tahun 2020, PT NY ditemukan telah mengurangi tegakan hutan dari 1.624 hektare menjadi 1.411 hektare, atau total kehilangan 213 hektare ketika pandemi COVID-19 kian memburuk di Indonesia hingga mendorong peningkatan deforestasi di hutan hujan dataran rendah di Kawasan Ekosistem Leuser.

Pada Juni 2020, penyidik lapangan RAN juga menemukan pembukaan lahan dan jalan baru yang merusak hutan hujan dataran rendah oleh PT Putra Kurnia (PK). Total areal konsesi yang dikuasai oleh PT PK seluas 5.107 hektare, perusahaan ini telah mengurangi tegakan hutan dari 437 hektare menjadi 374 hektare sejak awal tahun dan mulai menanami lahan yang dibuka dengan kelapa sawit baru. Citra satelit juga menunjukkan pembukaan hutan di perusahaan itu terjadi sepanjang April dan Mei 2020.

Maraknya deforestasi oleh PT Nia Yulided dan PT Putra Kurnia menjadi bukti bahwa perusahaan merek-merek dunia perlu lebih serius menegakkan kebijakan Nol deforestasi mereka. Perusahaan-perusahaan tersebut harus ikut terlibat dalam dialog dengan perusahaan perkebunan bermasalah dan meminta mereka untuk segera menghentikan aktivitas deforestasi untuk minyak sawit.

Perusahaan-perusahaan tersebut juga dituntut untuk segera mengambil tindakan tegas yang kolektif untuk melindungi ribuan hektare hutan hujan dataran rendah tersisa di Aceh Timur yang masuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser. “Penyelesaian peninjauan izin perkebunan kelapa sawit juga sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa hutan hujan di seluruh Ekosistem Leuser yang sangat penting ini bisa dilindungi dari konversi perkebunan kelapa sawit,” pungkas Gemma.

Editor: M. Agung Riyadi

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.