Gangguan Usus, Anak Gajah di Tesso Nilo Mati

Nela, anak agajah milik Flying Squad Taman Nasional Tesso Nilo saat ditemukan telah mati. kematian Nela disusul oleh kematian Tino akibat penyakit (dok. wwf.or.id)
Nela, anak agajah milik Flying Squad Taman Nasional Tesso Nilo saat ditemukan telah mati. kematian Nela disusul oleh kematian Tino akibat penyakit (dok. wwf.or.id)

Jakarta, Villagerspost.com – Tino, seekor anak gajah berusia dua tahun anggota anggota Flying Squad Taman Nasional Tesso Nilo Riau, ditemukan mati pada Jumat (20/11) lalu. Kematian Tino diketahui oleh Erwin Daulay, mahout (semacam pawang gajah) di tim tersebut. Erwin menemukan Tino mati tidak jauh dari tempat induknya, Ria, ditambatkan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kecamatan Ukui, Pelalawan, Riau.

Seperti biasanya, pagi itu Tino dan Ria akan dipindahkan dari lokasi tambatannya ke tempat pemandian. Namun Erwin menemukan Tino dalam posisi tersungkur sekitar 10 meter dari induknya yang terus memandangi Tino. Sesuai standar operasi yang berlaku, anak gajah dibawah usia 4 tahun memang masih dibiarkan dibawah pengawasan induknya dan ditempatkan di sekitar induknya tanpa ditambat.

Tino merupakan anak keempat atau dari Tim Flying Squad, kerjasama WWF Indonesia, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau dan Balai Taman Nasional Tesso Nilo. Tino lahir pada 7 Agustus 2013, sehari sebelum Idul Fitri. Para mahout menamainya Tino yang berasal dari bahasa lokal betino yang artinya perempuan karena tingkah lakunya yang kalem.

Dari pemeriksaan dokter hewan yang dipimpin drh. Muhclisin dari Dinas Peternakan Kabupaten Pelalawan tidak ditemukan adanya tanda-tanda kekerasan dan kerusakan pada fisik gajah. Tim Gabungan dari Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau, Balai TNTN dan WWF Indonesia juga telah menyisir sekitar lokasi kejadian dan tidak menemukan tanda-tanda yang mencurigakan.

“Usus Tino terdapat ruam-ruam merah yang kami duga akibat penumpukan gas pada ususnya. Penyebabnya banyak faktor, salah satunya bisa disebabkan karena terlalu banyak mengkonsumsi rumput muda,” kata drh. Muchlisin dalam siaran pers yang diterima Villagerspost.com, Selasa (24/11).

Lebih lanjut, drh. Muchlisin menjelaskan, gejala penumpukan gas (bloat–red) dalam usus terjadi sangat cepat. “Hanya berlangsung dalam hitungan jam dan memang dapat berakibat fatal bila kondisi tubuh gajah tidak cukup fit misalnya karena faktor cuaca,” urainya.

Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo, Ir. Tandya Tjahjana, M.Si menyatakan Penyidik Pegawai Negeri Sipil telah diturunkan untuk melakukan pemeriksaan terhadap jasad Tino. “Lokasi sekitar kematiannya sebagai langkah awal untuk melakukan penyidikan terhadap kematian anak gajah ini,” ujarnya.

Tandya menambahkan, laporan dari petugas dan kesimpulan sementara dokter hewan yang melakukan nekropsi (pembedahan pasca kematian-red) tidak menemukan tanda-tanda yang mencurigakan. “Untuk mengetahui secara pasti penyebab kematian Tino, kami mengirimkan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium ke Balai Veteriner Bukit Tinggi,” kata Tandya.

Sehari sebelum ditemukan mati, Tino masih menjalankan aktivitas rutin. Ia terlihat lincah berenang dan menyelam ketika semua gajah Flying Squad mandi bersama di Sungai Perbekalan.

“Ini kali kedua kita kehilangan anak gajah dari Flying Squad setelah Nela yang ditemukan mati pada Mei 2015. Kejadian ini adalah pelajaran berharga bahwa tantangan konservasi gajah masih sangat tinggi untuk menjaga keberlangsungan hidup gajah di Sumatera,” kata Kepala Bidang Teknis BBKSDA Riau, Lukita Awang Nistyantara, S.Hut., Msi.

Sepanjang 2015 menurut catatan WWF, di Riau sedikitnya terdapat 9 kematian gajah. Sejumlah 4 individu diantaranya merupakan korban perburuan yang tujuh pelakunya ditangkap oleh Polda Riau pada Februari 2015. Sejumlah 3 individu lainnya mati di wilayah konsesi PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di sekitar Tesso Nilo. Sisanya, adalah 2 anak gajah Flying Squad yakni Nela dan Tino.

Musim kemarau yang melanda Riau selama tiga bulan terakhir cukup berpengaruh pada habitat gajah di TNTN. Beberapa kawasan memang sempat terbakar. Pasca kebakaran, kewaspadaan harus selalu dijaga untuk menghindari terjadinya konflik manusia-gajah.

“Secara rutin kami melakukan pemeriksaan kesehatan gajah-gajah anggota Flying Squad termasuk ketika kejadian kabut asap September lalu. Kala itu, catatan medis Tino menunjukkan kondisi baik,” kata Program Manager WWF Indonesia Program Sumatera Tengah Wishnu Sukmantoro.

Wishnu menambahkan WWF Indonesia berkoordinasi dengan Balai TNTN dan BBKSDA Riau akan lebih meningkatkan pengawasan terhadap gajah-gajah Flying Squad. “Utamanya karena banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan gajah termasuk perubahan cuaca,” pungkasnya. (*)

Facebook Comments

Add a Comment

Your email address will not be published.